Paskibraka Lepas Jilbab, Pancasilais, dan Bhineka Tunggal Ika

Paskibraka Lepas Jilbab, Pancasilais, dan Bhineka Tunggal Ika

Gegap gempita hari kemerdekaan itu yang ditunggu-tunggu lomba pesta rakyat dan upacara kenegaraan di istana. Ultah ke 79 ini sangat menarik, ketika BPIP membuat kebijakan anggota Paskibraka tahun ini wajib lepas jilbab. Langsung pro dan kontra heboh. Lebih memilukan Ketika meme, lebih membandingkan dengan pembuntingan banyak santriwati oleh gurunya, pada diam, tidak segeger seragam pengibar bendera ini.

Lha memang tugasnya BPIP adalah menjadikan Pancasila digdaya di negeri ini. Tidak malah mandul dan kalah oleh ideologi lain yang dipaksakan dan dibawa sekelompok orang dan Lembaga. Sayang bahwa sudah begitu kuat merasuk paham ultrakanan ini. Tentu bukan soal pakaian, namun adanya pemaksaan dan pewajiban di instansi dan sekolah negeri ini Indonesia.

Jika bicara demokrasi, tentu tidak ada paksaan dan kewajiban, namun pilihan. Toh sudah mulai banyak lagi yang tidak mengenakan atribut keagamaan itu. Pembullyan dan pengasingan yang tidak mengenakan juga sudah banyak berkurang.

Toh BPIP sudah pernah juga mewacanakan penggantian salam dalam acara-acara resmi dan kenegaraan. Salam nasional bukan malah salam agama hirarkhis pula. Malah mental, bahkan ada yang mengatakan, jika salam agama haram diucapkan oleh bukan pemeluknya. Lagi-lagi, kali ini mentah dan kalah, hanya sukses di malam pengukuhan saja.

Bagaimana toleransi mau dibangun, Ketika hendak menghapus rekomendasi FKUB dalam pendirian rumah ibadah, baca selain masjid dan mushola tentunya, lagi-lagi dimentahkan Wapres. Lembaga negara selalu kalah menghadapi sikap  radikal sejumlah pihak, memiliki kekuasaan, dan terutama bacot gedhe dengan ancaman boikot dan demo. Ngeri.

Ada pula sikap kekanak-kanakan, namun sekali lagi dibiarkan. Bhiksu mampir untuk ngaso di Masjid. Oleh pengurus dan masyarakat setempat    diterima, dijamu dengan baik. Pihak lain ada yang mempermasalahkan, menyoal, dan menjadikan itu masalah.  Hal-hal yang dalam hidup harian baik, namun dirusak oleh pihak-pihak yang memiliki corong, minimal ada kekuasaan.

Indoktrinasi ideologi atas nama agama, membuat keadaan tidak lagi normal. Sedikit-dikit penistaan agama, pemaksaan atas salam, bahasa, pakaian, dan atribut lainnya. Wong faktanya punya sendiri yang lebih stylis, lebih indah, dan agung. Memprihatinkan.

Harapan perlu dipupuk, bahwa semua akan baik adanya. Kembali ke jati diri bangsa Merdeka.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan