Menag, Wapres, FKUB, dan Toleransi
Menag, Wapres, FKUB, dan Toleransi
Gagasan keren Menag, Gus Yaqult untuk memudahkan pendirian rumah ibadah, terutama bagi yang minoritas, dengan tanpa rekomendasi FKUB, mendapat tentangan dari Wapres. Makruf Amin mengatakan, Menag tidak bisa seenaknya mencoret rekomendasi itu. Hal yang sejatinya malah aneh dan lucu.
Selama ini, pembubaran ibadah, penghentian kegiatan keagamaan terutama yang minoritas, semuanya karena susahnya pendirian rumah ibadah. Masalahnya sering dari rekomendasi dari FKUB yang tidak keluar. Menteri Agama mau memotong rantai masalah itu dengan izin pendirian rumah ibadah hanya surat permintaan ke pihak Kementerian Agama. Hal yang sejatinya tepat, walaupun sebenarnya tidak perlu juga.
Coba cek, masjid, mushola ada di mana-mana, apakah semua ada izin dan rekomendasi? Wong ada di satu RT, dengan dua mushola. Masjid hampir setiap satu kilo meter kurang pasti ada. Toh isinya penuh juga hanya pas Jumatan. Begitu masih banyak yang melakukan sholat di jalan, ibadah atau kegiatan di rumah-rumah, kalau pihak lain dibubarkan.
Apa yang dilakukan Menag sebenarnya Langkah maju, progresif, dan Pancasilais. Sayang, memang begitu banyak hambatan Pancasila berdiri tegak di atas semua agama dan kepercayaan sebagaimana amanat UUD 1945. Masih perlu berjuang. Nama-nama oknum pejabat yang terindikasi radikalis itu bisa dicek di Buku Ilusi Negara Islam Indonesia yang diterbitkan NU Bersama Muhamadiyah, terbit tahun 2009. Miris pokoknya.
Negara hampir berusia 79 tahun, namun diskriminasi yang fundamental mengenai hidup beragama saja masih demikian keteteran. Mendirikan rumah ibadah saja susahnya minta ampun. Tentu saja bagi yang minoritas, bukan yang mayoritas. Mau memuji Sang Pencipta di rumah ibadah yang representative saja susahnya minta ampun.
Padahal di Candi Prambanan dan Borobudur ada Masjidnya, apa jika sebaliknya tidak akan ngamuk tuh? Misalnya Masjid Demak di dekatnya dibangun Kapel atau Pura?
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan