Krisdayanti, Ibas dan AHY Simbol Enaknya Sangkar Emas, Tanpa Tahu Realitas

Krisdayanti membuat heboh dengan pernyataannya soal pendapatan anggota dewan. Krisdayanti yang beralih menjadi politikus ini membeberkan berapa pendapatan mereka. Hal lama dan publik sebenarnya sudah tahu. Hanya saja sebatas menerka dari gaya hidup elit anggota dewan.

Hanya karena sekarang dinyatakan dengan apa adanya, oleh anggota dewan sendiri, asumsi publik akhinya terjawab. Hal yang sebenarnya bukan barang baru.

Pada sisi lain, duo anak Cikeas berkoar-koar menusuk pada pemerintah. Si abang, ketua umum partai nemu mengatakan utang negara ngeri dibanding masa pepo berkuasa. Ia tanpa mau tahu bahwa hutang negara itu akumulasi.

Pembangunan masif yang ada di depan mata itu tidak tampak baginya. Karena ia ada di dalam sangkar emas. Mana sih mereka tahu bagaimana susahnya mencari uang atau sesuap nasi. Semua sudah terhidang di depan mulutnya.

Bagaimana negara ini bergerak maju, berani bersaing dengan negara maju lainnya. Dulu kemajuan itu hanya milik negara tetangga, kini semua juga bisa kita lihat di depan mata. Bangsa ini berdiri sama dengan negara lain.

Ibas. Hal yang cukup aneh ia katakan. Bagaimana ia menasihati Presiden Jokowi, agar jangan sampai mangkrak pembangunan ibukota baru, karena pembangunan biasa saja mangkrak. Anehnya di mana? Karena begitu banyak proyek di masa ayahnyalah banyak yang mangkrak. Pemerintah kali ini juga membangun untuk meneruskan apa yang terbengkalai pada masa lalu.

Itu semua ada di depan mata lho, jangan dianggap jauh di awang-awang sana. Mengapa mereka bisa berkata demikian? Ya karena mereka tidak   tahu fakta dan kejadian yang ada di sekitarnya dengan kaca mata secara obyektif.

Mereka hidup di dalam sangkar emas yang sudah mereka peroleh sejak dini. Empati mereka tidak ada. kata-kata koalisi dengan rakyat. Rakyat yang mana, ketika ada pandemi mereka hanya fokus pada Jokowi bukan derita masyarakat.

Pribadi demikian yang mau dijadikan pemimpin di masa depan? Ketika derita rakyat itu hanya klaim dan dengan kaca mata mereka. Mengapa tidak bersuara gaji dewan tidak sebanding dengan kinerjanya dan juga dengan penghasilan rakyat.

Berani Gus, Bas berbuat demikian? Tidak akan berani  karena tidak tahu itu adalah masalah.

Salam penuh kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply