Quo Vadis Polisi?

Quo Vadis Polisi?

Beberapa hari  terakhir banyak kisah aneh dan lucu mengenai kepolisian. Tentu saja artikel ini bukan mau mengulik keburukan, namun cermin dan bagaimana logika itu penting dari sekadar prosedur. Bagaimana bisa sangat tidak logis, namun karena atas nama korp semua dibenarkan, dan pihak lain yang pasti keliru.

Peristiwa pertama, mengenai anak polisi yang mengaku dianiaya guru. Pendidik ini sempat menginap di bui dan disidang dengan tuduhan kekerasan pada peserta didik. Alasannya adalah guru dan kepala sekolah dating untuk meminta maaf. Permintaan maaf dianggap sama dengan mengaku berbuat salah pemberitaan banyak menyebutkan kejanggalan, toh melaju sampai pengadilan.

Kedua. Ada video di media sosial mengenai kedatangan anggota polisi ke tempat sebuah usaha. Di sana terjadi perang mulut, yang salah satu intinya, petugas polisi ini tidak tahu nama pelaku usaha, dan dia minta polisi memanggilnya ke kantor polisi dengan surat panggilan resmi.  Mereka, polisi ini malah bertanya namanya siapa?

Anehnya, kalau memang ada pelanggaran hukum, misalnya pemalsuan, penjualan barang curian, penadah, atau apapun mosok polisi belum tahu nama si pelaku. Kan ada intel, atau bodohnya tanya ke RT setempat. Kan sesederhana itu. Oleh atasannya para pelaku yang tidak tahu nama yang didatangi itu sudah sesuai prosedur.

Ketiga,  penggrebegan Kemenkodigi, hal yang cukup aneh, opini pribadi saya. Bagaimana bisa sekian lama judol ini begitu massif, tiba-tiba bisa dengan sangat cepat, akurat, dan tepat bisa menangkap dan menyatakan bahwa staf di kantor kementrian ini di balik para pelaku bisnis menggiurkan ini.

Tentu ini adalah apriori pribadi. Toh, juga beralasan, jika melihat rekam jejak dan juga alasan-alasan di atas. Praduga bersalah, layak dipakai untuk menyelesaikan angka korupsi.

Keempat, lebih aneh lagi, Ketika polisi mengadakan penggrebegan bandar judi online, mereka menyita uang sangat besar. Anehnya di mana? Lha Namanya judol, kog ada uang tunai, begitu besar lagi.   Kan main transfer, namanya saja online, bukan main dadu di pos ronda kampung. Mau mengatakan ini settingankah? Kog tidak tega.

Wajar, ketika banyak orang yang mengatakan, bahwa hanya mau memperlihatkan bagaimana kinerja polisi lagi tren positif. Begitu banyak hal buruk ditayangkan di media social. Hal ini tidak menebarkan hal negative namun mau menyatakan dukungan bagi apparat negara agar bekerja lebih baik lagi. Sama sekali tidak ada unsur mau merendahkan, melecehkan, apalagi menistakan kepolisian.

Masyarakat maunya adalah penegak hukum ini juga memiliki citra yang baik, bagus, dan bekerja dengan baik. Hal sebaliknya yang sering terlihat dan terjadi. Mengayominya jauh dari harapan.

Cinta korp yang berlebihan, sering abai untuk mengakui bahwa mereka ada kesalahan, Namanya juga manusia. Korp, lembaga, kesatuan jelas tidak ada yang salah, namun para petugasnya, pelaku atau anggotanya sangat mungkin salah.

Harapannya adalah adanya perbaikan dan memperbaiki diri, salah satunya dengan mengakui ada anggota ataupun pimpinannya berbuat salah. Tidak selalu merasa benar dan sudah tepat dalam segala hal. Mengatakan cukup dan mengakui ada kesalahan seolah barang langka di negeri ini.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan