Salah Input Data, Kelebihan Bayar, Salah Baca Data, Mau Jadi Presiden Nies?
Salah Input Data, Kelebihan Bayar, Salah Baca Data, Mau Jadi Presiden Nies?
Polemik klaim pemerintahan SBY membangun 20 kali lipat jalan nasional oleh Anies Baswedan, saat perayaan hari jadi PKS, malah menjadi dagelan. Ingatan publik kembali ke masa-masa di mana Gubernur DKI juga membuat ulah yang identik. Kelebihan bayar, salah input, kini oleh staf PUPR dikatakan mantan Gubernur Jakarta itu salah baca data BPS.
Apakah mantan Mendikbud itu salah baca? Jelas tidak, ia paham dengan baik pastinya. Memang satu-satunya cara, andalan dalam beretorika itu begitu, merendahkan capaian pihak yang tidak menguntungkan, dalam hal ini Jokowi. Demi mendapatkan simpati SBY, AHY, dan Demokrat, meskipun itu ngibul sekalipun.
Itu memang strategi, menghantam orang terkuat dalam hal ini Jokowi. Mereka, Anies dan tim sangat paham bahwa menghajar Jokowi itu dampaknya besar, sayang mereka lupa, kepercayaan publik sampai 80% lebih. Tidak main-main dan jika memang sukses akan sangat besar perolehannya. Mereka masih memakai trik kala menjegal Ahok. Padahal sangat berbeda.
Politik cemar asal tenar seolah satu-satunya cara untuk membrandingkan diri. Padahal begitu banyak cara dan sarana untuk itu. Sayangnya adalah karena menggunakan Jakarta untuk menyalurkan hasrat sakit hati. Ugal-ugalan merusak bukan membangun. Di Jakarta jika sukses, gilang gemilang, pasti publik akan angkat topi dan mendukung.
Malah hanya memelihara pemilihnya yang cenderung buta dan membutakan diri sehingga fakta di depan mata saja ditolak. Ceruk sangat sempit yang memang dipelihara dengan sangat ekstra ketat. Seolah hanya itu pemilihnya. Padahal pemilih di luar yang sudah fanatis kepada Anies Baswedan itu begitu banyak.
Memilih terminologi antitesis Jokowi juga parah banget. Menolak pemilih yang demikian banyak dan potensial. Apalagi hasil survey terakhir kepuasan publik di atas 80%. Perubahan macam apa yang mau dilakukan, pemilih melihat dan meyakini malah merusak. Wajar dalam hasil-hasil survey malah mlendek, terendah terus.
Model bernarasi dan beretorika saja tidak cukup. Belum lagi kerjanya juga nol besar, eh malah main sindir pada rival politiknya. Jelas-jelas sangat merugikan. Ke mana sih tim politiknya, kog tidak mengubah strategi, atau memang tidak ada lagi yang bisa dilakukan?
Keknya salah cita-cita juga deh mau jadi presiden tapi semua ide, tindakan, dan juga narasinya kog salah. Lha kapan membangun kalau tidak saat klarifikasi, salah yang kudu dibenerin, bawahan jadi bumper membenarkan kesalahan yang tidak mutu lagi.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan