Cawe-cawe Jokowi Jegal Anies Baswedan
Cawe-cawe Jokowi Jegal Anies Baswedan
Polah Paloh makin menjadi, bersama trio koleganya AHY dan PKS bersuara senada, cawe-cawe Presiden Jokowi menjegal langkah Anies Baswedan menjadi capres. Padahal sejak tahun lalu deklarasi capres yang berasal dari mantan Gubernur DKI itu namun tidak ada gayung bersambut yang sepadan.
Jauh lebih banyak intrik interen mereka. Bolak-balik hanya jargon serang Jokowi, atau tarik-tarikan cawapres. Muali antitesus Jokowi kemudian dibantah sendiri. Tarik-menarik dan menolak cawapres yang sudah ngebet seperti AHY atau Aher, safari politik sambil nyinyir, bahkan ke luar negeri dengan mencela bangsa yang mau dipimpin. Aneh.
Benarkah karena cawe-cawe Jokowi sehingga calon koalisi yang menyangkal keadaan faktual itu?
Pertama, penolakan publik ketika puas dengan angka 83% atas kinerja Jokowi, berarti bahwa hanya 17% saja yang mau adanya perubahan. Dari namanya saja sudah ditolak. Ditambahi dengan persatuan, lha mana rekam jejak elit mereka itu merajut persatuan. Rasis dan juga sektarian yang dijual.
Kedua. Fokus malahke Jokowi. Apapun dikaitkn dengan Jokowi, artinya calon mereka ini siapa, memangnya Jokowi? Aneh dan lucu. Maunya mengajar orang besar, namun malah mereduksi modal sendiri. Infrastruktur Jokowi diremehkan, utang Jokowi dibesar-besarkan, bukan solusi AHY atau Anies akan seperti apa. Memang keduanya tidak punya visi selain pokoknya pleciden.
Ketiga, bocil mainnya kurang jauh, mau SBY atau AHY seperti rekaman rusak yang diputar ulang-ulang. Tidak ada kebaruan dan itu membosankan. Paradok yang memalukan malah.
Kecurangan pemilu, seolah intelijen mereka lebih canggih dari milik negara, putusan pemilu, PK kubu Moeldoko, semuanya hanya klaim kekanak-kanakan. Menyoal utang negara yang juga digali oleh ABY sebagai presiden dua periode dengan proyek mangkrak di mana-mana.
Kasus PK Moeldoko ini juga memperlihatkan kepanikan Demokrat sendiri. Mereka paham apa yang sudah mereka perbuat. Kini akan memetik hasilnya, maka menyasar Jokowi. Padahal jika Jokowi mau nakal, bisa memerintahkan Yasona Laoli selaku MenkumHAM, bawahan presiden, jauh lebih mudah dari pada MA.
Mosok AHY atau SBY tidak tahu, bodoh bener jika demikian. Memalukan apa yang diucapkan, bukan sekelas calon pemimpin negara, selain bocah main pleciden-plecidenan dan kalah ngambeg.
Keempat. JK yang pastinya ada dalam satu gerbong beraksi tanpa adanya angin dan badai menyoal China dan Ahok. Jelas-jelas mempertontonkan kepanikan dan kebodohan. Mengapa rasis dan mengaitkan Ahok yang bersuara saja tidak.
Kelima. Afirmasi buruk terus menerus. Ada kecurangan, menjegal, dan seterusnya. Ini didengung-dengungkan terus. Malah abai untuk mengundang kebaikan dan kesuksesan. Hanya orang panik yang menggaungkan keburukan. Malah memberikan energi baik bagi Jokowi, bukan untuk Anies Baswedan.
Keenam. Memperlihatkan kualitas koalisi ini. Bagaimana mereka pasangan bakal calon ini tidak ada yang cukup mumpuni dan memiliki reputasi baik. Mogol, jadi bisanya hanya berteriak-teriak, serang sana-sini dan akhirnya terjerembab sendiri.
Ketujuh. Mempertontonkan mentahnya Surya Paloh, SBY, dan juga JK di hadapan politisi muda, Jokowi. Mereka jauh lebih tua, namun lupa spiritualitas. Selain hanya kedok dengan laku agamis, namun bau amis.
Kedelapan, kedodoran membela kasus Johnny Plate yang membuat makin nyungsep deklarasi kepagian dengan calon produk gagal itu. mau memoles produk rijek eh malah ketambahan kasus maling berdasi terungkap.
Senjakala pencapresan Anies Baswedan. Berujung pada kegagalan bukan karena cawe-cawe Jokowi, namun karena gagal konsolidasi di antara mereka. Tarik menarik menyokong cawapres di antara Demokrat dan PKS, toh capresnya juga produk gagal. Trik kampanye yang monoton, hanya mengulang pilkada paling brutal di DKI 2017.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan