Anies Baswedan, Antara Bumbu Rendang dan Rumah Mewah
Desas-desus, biasa di era internet ini. Dulu orang bergosip itu di waktu senggang sambil mencari kutu. Kini, setiap saat, setiap waktu terus saja bergosip terjadi. Salah satunya tokoh publik. Dulu, hanya artis, kini lebih asyik politikus, karena perilaku mereka yang ugal-ugalan.
Kali ini, dalam waktu yang relatif singkat, Anies Baswedan menjadi bahan gosip di media sosial mengenai penolakannya menerima bumbu rendang dari pedangan di pasar. Katanya, takut diperiksa KPK. Normatif sebagai pejabat publik. Soal lain nanti pembahasan lebih lanjut.
Eh tidak lama kemudian terdengar sas-sus Anies Baswedan menerima rumah mewah dari investor Timur Tengah. Kaitannya dengan izin museum dan reklamasi. Menarik, karena menyangkut janji kampanye. Hal yang sejatinya sudah dipahami, bahwa itu hanya upaya menaguk suara yang sangat murah meriah, tidak ada yang baru.

Mengapa ketika sekadar oleh-oleh dari pasar saja ditolak?
Terlihat pada mata publik, di pasar, dan media juga pasti ada di sana. Sangat enak dipakai untuk pencitraan. Ini lho pemimpin taat azas, aman suap, meskipun sepele. Padahal apa dampak dari bumbu rendang dengan kebijakan? Apa si pemberi akan meminta proyek orderan katering? Ini pedagan pasar, bukan resto atau pemilik katering taraf internasional.
Atau karena hanya sekadar bumbu, malah kena KPK kan repot begitu? Tidak juga pastinya. Hanya soal momentum di depan publik. Ini soal rekam jejak si pelaku yang memang demikian.
Bagaimana anggaran belanja daerah Pacintan yang masuk hibah Museum SBY, atau isu-isu sensitif yang dibahas di media sosial kemudian mendapatkan perhatian serius.
Hanya membayangkan, jika Ahok yang berlaku demikian, seperti apa publik, terutama barisan itu lagi-itu lagi dalam menyikapinya. Layak ditunggu, akan adakah penyelesaian, atau hanya mengambang sebagaimana selama ini?
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan