PDI-P, Jangan Jakartakan RI
Kemarin, riuh rendah pembicaraan soal Ganjar yang dinilai keminter. Pemimpin yang terlalu asyik dengan medsos, dan langsung mendapatkan tanggapan dari netizen. Ingatan publik, dibawa kepada kondisi Mega dan PDI-P dalam menyikapi SBY, dan juga Jokowi.
Sedikit berbeda, kala nama Jokowi demikian meroket, almarhum Taufik Kiemas enggan, karena hanya seorang gubernur, bukan ketua partai, tentu inginnya adalah Mega maju lagi. Rasionalitas Mega bicara. Jokowi diajukan sebagai calon dan menang.
Kini, keadaan identik. Ganjar dalam banyak survey dan sering rilis hasil survey menempatkannya pada posisi atas. Tidak hanya satu dua kali, berkali ulang dan banyak lembaga survey.
Jika disoal soal keaktifan bermedia sosial,Llihat dong dampak dan hasil bermedia sosial. Bagaimana pendekatannya dalam menjawab dan merespons persoalan warga itu dengan sangat cepat. Birokrasi bertele-tele bisa diselesaikan dengan lebih cepat. Tanggap dan cermat dengan keadaan itu penting.
Jangan Jakartakan Indonesia
Lihat, kini Jakarta seperti apa. Birokrasi sudah kembali pada masa lalu, amburadul. Penataan Jokowi, Ahok, dan Djarot hancur lebur tidak berbekas. Buat apa kerja keras membenahi banyak pihak kemudian dipimpin orang yang memang tidak punya visi, dan bahkan misi merusak memang.
Belum lagi, pembangunan fisik yang hancur lebur, banjir kembali menjadi langganan sebagaimana awal tahun. Ini persoalan serius. Smua hancur dan berantakan karena memang pemimpinnya tidak mampu atau sengaja untuk tidak bekerja?
Jangan Jakartakan Indonesia yang sudah dalam rel yang tepat, menuju kejayaan Indonesia. Semua masih serba mungkin, tetapi perlu perhatian bersama.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan
Tenang, Mas Susy. Ini cuma pemetaan politik Pilpres 2024.
Peningkatan ilmune ki wisan
Santai ae, Mas Susy. Itu cuma permainan politik, bukan peristiwa politik.
Hooh wis jelas