5 Fakta di Balik Isu Maling Bansos 100 T ala Novel Baswedan

Tiba-tiba ada sas-sus megaskandal bansos 100 T yang diungkapkan Novel Baswedan. Hal yang aneh dan janggal dalam beberapa hal. Layak disimak nanti pada ulasan lebih lanjut. Mengapa memainkan narasi maling untuk menyelamatkan diri? Ya biar dianggap pahlawan kalau sukses, kalau tetap ketendang narasi lanjutannya adalah menyelamatkan maling.

Pemilihan kata maling bukan korupsi, ya biar adil, karena maling ayam, sandal, atau jemuran dengan maling anggaran sama. Mengapa diberi kata penghalus yang malah menyuburkan maling. Beda dengan maling ayam yang dipermalukan.

Layak dan pantas untuk menggunakan kata dan istilah yang sama, biar ada efek jera dan malu. Selama ini maling jemuran bonyok dihajar, maling anggaran malah cengengesan seolah tidak merasa bersalah.

Bansos
Novel Baswedan

Beberapa kejanggalan kata Novel yang layak dicermati;

Satu, ia menyoal megaskandal dengan nilai 100 T. Ah yang bener saja, bombastis ah. Lebih sepakat dengan pejabat KSP yang mengatakan terlalu mengada-ada. Nilai proyek 100 T itu sangat terbatas. Apalagi kalau yang dimaling saja 100T berarti nilai proyeknya jauh lebih gede.

Jika kebocoran itu 30% saja, nilai anggaran proyek itu berarti 300 T. Apakah ada proyek bansos khususnya yang mencakup nilai segede itu. Susah melihat ini sebagai sebuah fakta.

Kedua, lebih jauh soal integritas. Awal tidak lolos TWK, didengung-dengungkan soal pegawai beritegritas ditendang dan sebagainya.  Nah, integritas macam apa, jika pegawai senior, menyatakan dugaan maling, malah ke media, bukan tindak lanjut. 

Belum lagi, jika bicara integritas, namun emas mendadak hilang, truk barang bukti lenyap, dan mengaku serta mengancam mau keluar, toh masih juga ngeyel meskipun sudah gagal test. Malah menyalahkan test, dan pimpinan KPK. 

Ketiga, kog tiba-tiba, mengapa tiba-tiba? Persidangan Yuliari belum juga kelar, Apa iya, penggantinya, lebih bodoh dan segegabah itu, mau maling. Rekam jejaknya juga meragukan malah. 

Keempat, jangan-jangan malah hanya pembunuhan karakter. Ada kader PDI-P, dan suka atau tidak KPK dengan PDI-P dalam banyak kasus sering ada tegangan. Bisa jadi, adanya dugaan adanya permainan politik di masa lalu yang digagalkan PDI-P. Lihat saja sepak terjang KPK selama ini.

Kelima, tekanan dengan mengunggulkan diri gagal, kini memainkan narasi yang berbeda. Layak ditunggu akan seperti apa muara ini semua.

Jelas saja yang paling berisik itu ada apa-apanya.  Jika tidak ada apa-apa, mengapa harus ribut dan menekan ke mana-mana seperti itu?

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply