Fadli Zon, Anwar Abbas, Pembubaran MUI, RI, dan Densus 88

Hari-hari ini sedang gemar istilah pembubaran. Beberapa saat lalu Fadli Zon memulai untuk membubrkan Densus 88. Tanpa angin tanpa hujan ia menyatakan itu. Eh, tidak berapa  lama pengurus MUI pusat ditangkap Densus 88 karena diduga menjadi bagian dari jaringan teroris internasional.

Menarik adalah pernyataan pengurus inti MUI yang mengatakan, sebenarnya ulama itu hanya perlu dikirimi surat, bukan ditangkap polisi. Lucu, naif, atau bloon sih, pelanggar hukum hanya diberi surat? Lha emangnya ini tilang pelanggar rambu lalu lintas?

Masalah serius, terorisme, yang bisa sewaktu-waktu meledakan gereja, hotel, atau apapun hanya mereka yang tahu. Kejadian dengan korban, paling-paling orang ini juga menyalahkan polisi, merasa baik-baik saja dan yang dibom dipersalahkan.

Aneh, naif, dan lebih gila lagi, ketika warganet menggaungkan bubarkan MUI, dijawab bubarkan Republik Indonesia. Ini jauh lebih gila dari pada joker. Mengapa?

Negara ini jauh lebih tua dan gede dari sekadar MUI. Landasan hukum MUI itu buatan segelintir orang dengan jangkauan juga terbatas. Lihat saja berapa saja fatwa MUI yang hanya menjadi bahan candaan dan dipreeeeetke oleh masyarakat, satu agama padahal. Apalagi bicara konteks kebangsaan.

Membubarkan negara, membela pelaku terorisme, dan rekam jejaknya juga tidak membangun negeri, apakah ini bukan sebuah jalur makar? Mirisnya orang-orang ini akan berteriak demokrasi, ketika mau memaksakan kehendak mereka.

Densus 88

Penegakkan hukum sebagai produk demokrasi mereka enggan dan berteriak kriminalisasi ulama. Padahal  aslinya adalah ulama yang berlaku kriminal. Cek saja komentar, pernyataan, dan ceramahnya jauh lebih banyak politik dari pada kajian keagamaan. Dominan menyerang pemerintah bak babi buta dari pada nasihat baik religius.

Politikus omong agama, agamawan molitik, kekacauan diawali dari sini. Bagaimana orang berbicara tanpa landasan yang pantas, cukup, dan malah akhirnya cenderung kebencian. Politik berisik dan beragama secara kacau.

Perilaku munafik lebih dominan dari pada sikap bertanggung jawab. Ini model beragama apa coba? Sama juga dengan demokrasi ketika kehendak sendiri. Sisi lain taat hukum, taat azas, dan taat konsensus enggan.

Sejatinya orang demikian tidak banyak, namun berisiknya minta ampun. Ribet dan ribut semata sebagai kinerja mereka.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply