Bahasa Kekerasan Ala Demokrat
Miris, Demokrat terutama Pak SBY yang selalu tampil teratur, rapi, dan sangat cermat itu kini penuh dengan narasi kekerasan. Demi mempertahankan AHY sebagai ketua, dan parpol “milik” keluarga. Memilukan, kader militannya satu demi satu mengeluarkan jurus berbau kekerasan.
Mulai cap jempol darah, menjaga Cikeas dari ancaman kematian, menjaga kantor pusat kalau-kalau diserbu, santet, perang, dan malah ada DPD yang mengaku tidak biasa adu mulut, tetapi baku tikam. Mengerikan dengan nama Demokrat, tetapi bahasanya barbar. Demokrat itu seharusnya beradab, bukan malah biadab.
Pemilihan kata, membangun narasi, menggunakan bahasa yang khas bukan kalangan intelek. Bagaimana bisa seorang bupati, perempuan lagi mengancam mengirim santet. Ini bukan hal yang sepele. Mengaku emosi atau apa. Boleh dong jadi curiga jangan-jangan menang karena takut pemilihnya mau dikirim doit koit segepok perutnya.
Menjaga Cikeas dan kantor DPP, jangan-jangan diambil alih paksa. Aneh dan lucu. Lha mendaftar saja belum. Mosok sudah mengambil kantor. Ada apa ini? Ini bukan semata panik, namun justru memperlihatkan kebiasaan yang biasa mereka gunakan.
Pedagang tahu tidak akan tahu cara menyiasati agar bakso itu bisa enak dan menarik pembeli. Yang tahu ya pedagang bakso. Yang mampu menghipnotis ya tentu saja ahli hipnotis. Tidak akan bisa petani di lereng gunung sana tiba-tiba mampu membuat orang mengikuti kemauannya karena dihipnotis.
Hati-hati, karena beberapa hal yang dinyatakan kubu AHY benar-benar terjadi. Jangan sampai nantinya tiba-tiba kantor DPP Demokrat rusuh dan kubu Moeldoko yang terkena tudingan.
DPD Sulawesi Selatan pun setali tiga uang. Kami tidak biasa bertengkar mulut, tradisi kami baku tikam. Hal yang lagi-lagi abai peradab. Saya yakin sudah tidak ada lagi penyelesaian permasalah dengan badik. Lha Madura saja carok sudah tidak terdengar lagi.
Miris. Memperlihatkan kekunoan cara bertindak dan berpikir. Menghianati nama dan jati diri sebagai demokrat.
Tampilan SBY yang selalu teratur, terukur, dan bahkan seribu kawan kurang itu malah kini menjadi seolah 1000 lawan masih mencari lagi. Semua hanya demi kursi ketua partai.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan