Demi Pilpres 24 Simalakama Presidensial Threshold Turun Model Demokrat

Andi Arief selaku Bapilu Demokrat menyerukan agar Jokowi melakukan reformasi   dengan menurunkan PT, presidential  threshold. Hal yang naif, lucu, atau culun ini sih. Bagaimana bisa bisa orang yang bertanggung jawab pada pemenangan konstestasi hanya mikir pokok e syarat diubah.

Beberapa hal menarik di balik gagasan ini,

Pertama, jangan lupa PT naik tinggi itu zaman mereka, SBY-Demokrat berkuasa. Dasarnya jelas untuk bisa menepikan calon pesaing bagi pencalonannya di 2009. Bisa dilihat kepentingan apa atas kebijakan itu. Jauh demi memikirkan negara.

Kedua, kini, tiba-tiba ketika anaknya, AHY kemungkinan sangat besar terganjal aturan yang SBY buat untuk kepentingannya. Siapa tahu dan menyadari tanpa perlu lama ternyata Demokrat terjun bebas. Keberadaan partai mercy tidak cukup meyakinkan publik untuk bertahan.

Ketiga, partai biru ini cenderung menghianati namanya sendiri. Demokrat namun tidak demokratis. Maunya menang saja tidak siap kalah. Padahal jelas-jelas aturan itu untuk kebersamaan, bukan kepentingan sendiri atau kelompoknya saja.

Keempat, memperlihatkan kapasitas Andi Arief itu tidak bisa menjadi ketua pemenangan pemilu, namun mengantar AHY jadi presiden. Orang model demikian, kalau junjungannya jadi pejabat pasti akan ikut dibawa. Negara seperti apa yang akan dibangun, jika politikusnya model seperti itu.

Kelima. Wacana, narasi PT masih diutak-atik, padahal mereka sudah menjajagi kerja sama dengan Nasdem dan PKS. Apakah mereka main dua kaki, dan juga mengharapkan AHY naik sendiri  sebagai capres. Jelas kelihatan muaranya mau ke mana.

Keenam, AHY dengan sokongan Andi Arief seperti ini jelas bukan pemimpin kelas elit. Pemimpin kelas bawah karena visi, misi, dan gagasannya juga cemen. Memenangkan pemilu jelas lebih gede dari sekadar mengantar menjadi capres kemudian keok gasik. Ingat pilkada DKI 2017 saja tereliminasi sejak dini.

Ketujuh, jangan biarkan Demokrat berkuasa lagi. Fokusnya hanya untuk kepentingan diri, kelompok, bahkan hanya keluarga. Ini miris, negara dipertaruhkan untuk keluarga tamak seperti ini. Mereka       tidak pernah berpikir untuk bangsa dan negara.

Lihat saja korupsi merajalela di lingkaran utama mereka. Kini, tidak menjadi penguasa pusat, di daerah-daerah mereka juga jadi pesakitan. Papua, Memberamo Tengah, kasus KPK semua. Mana suara AHY-SBY, kog diam, karena dapat upeti?

Miris hanya mikir PT turun, anak buah maling diam saja. Mosok seperti itu mau dijadikan pemimpin negara. Visinya untuk keluarga bukan negara.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply