Yohanes Anies Baswedan dan Politisasi Agama
Natal kali ini ada yang sangat lucu, ketika Anies Baswedan berlaku dengan begitu munafiknya. Maunya dikenal toleran dan nasionalis, namun sekaligus juga naif. Mengucapkan selamat Natal saja muter-muter sebagaimana kebiasaannya. Padahal Ganjar yang sama-sama masuk bursa capres paling tenar dan potensial menang sangat lugas mengucapkan selamat itu.
Eh malah tiba-tiba ada pembicaraan Anies Baswedan mendapatkan nama Yohanes dari tanah Papua. Ada beberapa hal menarik yang layak dicermati lebih jauh.
Pertama, suka atau tidak, rela atau tidak, kemenangan Anies di pilkada DKI memanfaatkan momentum Ahok yang dinarasikan penista agama. Ada penolakan menyolatkan jenazah karena si almarhumah memilih Ahok. Silakan bantah kemenangan Anies-Sandi bukan karena menggunakan sentimen agama.
Kedua, hal ini kontraproduktif untuk menjadi capres yang memiliki basis massa berbeda dengan DKI Jakarta tentu saja. Terlihat kini makin gencar untuk menggunakan agama-agama kecil. Pada pilihan dulu mereka jadikan “rival”, kini dirangkul.
Beberapa anggota WAG yang beranggota homogen agama, minoritas, mulai oleng, binggung dengan keberadaan fenomena ini dan menarasikan Anies Baswedan itu nasionalis. Konon kebohongan yang diulang-ulang akan dianggap kebenaran. Hal yang identik dengan pilpres 14 dan 19 yang digunakan kelompok tertentu untuk menyudutkan Jokowi.
Ketiga, mosok lupa kalau Anies Baswedan menyambut, sowan ketika Rizieq Shihab berani balik. Siapa yang tidak kenal reputasi Rizieq Shihab dalam kebersamaan beragama di Indonesia? Apa iya orang yang berani mempertaruhkan diri demi buronan yang berujung bui itu memiliki sikap dan cara memandang perbedaan yang berbeda? Jelas tidak.
Keempat, pemberiaan nama Johanes, ini menjadi ironis. Kembali ke poin 1 dan 2 di atas. Bagaimana ia mau membersihkan nama dari politik identitas dengan mendekati yang dulu dianggap bukan kawan, bahan mencapai puncak, kini dirangkul. Sayang, bahwa konon lembaga agama itu termasuk yang menyimpang.
Apa iya model politikus demikian, layak menjadi pejabat lebih tinggi dengan tanggung jawab lebih besar? Tidak
Salam Penuh Kasih.
Susy Haryawan