Demokrat Kena Prank Nasdem, Yenny Wahid Tertolak

Demokrat Kena Prank Nasdem, Yenny Wahid Tertolak

Usai Yenny Wahid bicara siap menjadi bacawapres untuk ketiga calon, dan punya hubungan khusus dengan Anies Baswedan, kode khusus untuk koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS, malah ada wacana Surya Paloh yang akan mendampingi mantan gubernur DKI itu.

Demokrat yang sudah agak melunak dan mengatakan, bisa memahami jika AHY tidak maju menjadi pendamping mantan Mendikbud itu. Semua seolah sudah terbuka, Anies akan maju bersama dengan Yenny Wahid. Berantakan semua, ketika ada narasi baru.

Tiba-tiba Nasdem mengatakan, tidak ada ama Yenny Wahid dalam pembicaraan selama ini, malah memunculkan nama Surya Paloh, pendiri dan Ketum Nasdem untuk bersama-sama maju dalam pilpres dengan Anies Baswedan. Pantas Demokrat meradang.

Makin menarik adalah, selama ini ketiga partai ini eyel-eyelan karena merasa memiliki hak dan kontribusi yang setara. Bicara setara ini bukan mesti sama lho. Paling standart setara ini yang gampang seharusnya adalah mengenai perolehan suara.  Bagaimana perimbangan suara   pembangun koalisi. Nasdem terdepan dalam hal ini.

Wajar jika bacapres yang potensial dari luar koalisi, mereka memiliki kesamaan persepsi harusnya dari suara tertinggi. Nasdem paling mungkin mengajukan nama menjadi bacawapres. Eh malah yang nyolot dan ngotot si buntut Demokrat. PKS yang memiliki perolehan lebih tinggi saja legawa untuk membiarkan Demokrat mendapatkan jabatan itu.

Tidak ada makan siang yang gratis jelas ada di dalam berpolitik. Sama sekali tidak akan mungkin semua legawa, gratis, membiarkan pihak lain mendapatkan jabatan tanpa apa-apa. embel-embel, kardus, atau logistik, uang bensin, dan seterusnya pasti ada. Di sinilah  alotnya persoalan koalisi  ini. Masing-masing mengedepankan ego dan tidak cukup tahu diri.

AHY  itu partai nomer berapa, pengalaman kerjanya seperti apa, berpolitik juga seberapa sukses, ketum itu juga bukan jenjang karir yang berkilau, karena pemberian dan mengambil alih. Jelas rekam jejaknya. Sangat mungkin juga pelit bicar mahar atau kardus kompensasi. Ingat ini pernah diteriakan Andi Arief pada Prabowo saat mengusung Sandiaga Uno pilpres lalu.

Waktu makin mepet, koalisi malah makin cair. Apa mungkin AHY dan Demokrat akan menjadi penonton lagi, dan bersikap pasif sebagaimana 2014 dan 2019, dan itu adalah kesalahan partai SBY ini, mosok mau diulang sih?

Nasdem yang memulai, Nasdem yang mengakali, dan Demokrat yang jadi kalang kabut sendiri. Padahal SBY bukan kelas kacangan sebenarnya, mosok tidak bisa membaca dengan jeli dan jernih, kecuali karena ngebet kudu anaknya dan pelit dalam pembeayaan.

Makin asyik keadaannya. Ultimatum akhir Juni sudah mau dua bulan, belum selesai juga hingga kini.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawah