Gibran Diajak Nasdem Cuci Piring di Jakarta

Geliat Nasdem ini ternyata bukan hanya gelaran Pilres 24, namun pilkada DKI mendatang juga sudah menjadi incaran. Gibran sudah ditimang-timang untuk mau maju menjadi calon pemimpin ibukota yang  hanya tinggal sebentar lagi. Beberapa hal layak dilihat, reputasi dan rekam jejak Nasdem ini.

Sebelumnya perlu juga diingat bahwa Nasdem juga mendukung Anies Baswedan untuk menjadi capres 24 karena mampu menaikan angka elektabitasnya.  Wajar dan normal parpol hanya fokus pada elektabilitas, namun demi hidup berbangsa dan bernegara, keterpilihan itu tidak satu-satunya.

Bagaimana perilaku Anies Baswedan di Jakarta, jangan menutup mata bahwa keadaan mundur lagi. Apa yang sudah dilakukan Jokowi-Ahok, mundur kembali ke era zaman kegelapan. Jakarta yang mulai menapak  menjadi kota modern sirna. Kepemimpinan tanpa visi, asal bukan Jokowi  dan Ahok seolah adalah prestasi puncak.

Merunut lagi sepanjang kepemimpinannya, bagaimana kelebihan bayar, bongkar pasang pembangunan, dan juga proyek yang dikerjakan oleh perusahaan yang sudah tutup namun dengan anggaran yang luar biasa gede. Hal-hal yang tentu saja sebenarnya untuk catatan agar tidak dibirkan kepemimpinan seperti itu dan malah mendapatkan promosi.

Fakta yang paling jelas itu mengenai banjir hanya untuk menghindari porgram dan rencana kerja Jokowi-Ahok, dia mengubah nama atau istilah dan tidak dikerjakan sama sekali. Malah membuat kerusakan jalanan dengan program ngaco sumur resapan. Jelas ini adalah sebuah kegagalan berpikir seorang pemimpin.

Kondisi Jakarta usai dikelola oleh orang seperti itu, kini Gibran mau disorong-sorongkan dan diajak untuk menggantikannya. Sama juga mencuci piring usai pesta Anies Baswedan dan kawan-kawan. Ini sama juga malah mendorong Gibran masuk jurang.

Jakarta hanya akan menjadi masa lalu, Gibran itu masa depan. Sayang potensinya dimanfaatkan politikus petualang yang tidak memiliki kompetensi untuk sekadar melihat pemimpin itu seperti apa. Pokoknya tenar  saja. Bagaimana seorang pemain politik naif seperti ini?

Siapa yang gagal dan merusak, siapa yang harus bekerja keras untuk membenahi. Jauh lebih mudah Jokowi Ahok dulu ketika membangun baru, kini hal baik dirusak kemudian minta dibenahi dan dibangun kembali. Jelas jauh  lebih susah dan mahal.

Nasdem juga selalu bersama Anies selama ini, tetapi tidak pernah menegur atau memberikan  nasihat untuk memperbaiki. Aneh dan lucu, ketika kini mengajak pribadi yang jauh berbeda memperbaiki keadaan.

Peringatan keras, publik perlu ingat, bagaimana memilih partai yang lebih baik bagi negara bukan semata kekuasaan.  Kursi itu bukan segalanya, masyarakat perlu paham hal ini.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan