Belajar Menang dari Hakim Rizieq Shihab

Kala tekanan untuk sidang langsung, banyak pihak yang mencerca hakim yang menyidangkan Rizieq Shihab. Hal yang wajar karena reputasi peradilan kita, dan juga keberadaan Rizieq dan pendukungnya.

Lebih menjengkelkan, kala penangkapan teroris terungkap jika ada upaya kerusuhan, bahkan dengan peledakan bom segala. Hal yang memang maunya rusuh.

Sebelum itu juga ada senjata tajam yang dibawa sopir pengacara. Eh, jawabannya pun seolah hal yang tidak dipikir sama sekali. Mengatakan untuk mengupas mangga. Bisa diartikan memang sengaja ngaco, tidak berlebihan asumsi demikian.

Ternyata putusan sela, hakim mengatakan menolak pembelaan terdakwa dan semua persidangan lanjut. Pun penyebutan habib bagi terdakwa. Hal yang membuat orang jengkel. Ternyata berdaya guna. Kerusuhan lebih lagi bisa diredam. Hal yang tidak prinsip namun penting bagi kejiwaan Rizieq, hakim sudah menyenangkan jiwa kanak-kanak si imam ini.

Ketika ada polemik sidang diskors untuk ibadah taraweh, lagi-lagi Rizieq menyuarakan pendapatnya. Itu sunah dan persidangan itu wajib. Hakim menurut, semua lancar. Bisa membayangkan betapa repotya hakim menyidangkan orang tua namun kanak-kanak dalam kepribadiannya.

Jelas kemarin, ketika kesaksian   Walikota Bogor, ia ngamuk, mengatakan berbohong segala. Nah kita lihat, rekam jejak siapa yang biasa berbohong dan siapa yang bicara benar?

Arya Bima sederhana membalikan pernyataannya, bagaimana jelas hasil test adalah positif, namun mengaku sehat. Jika ini persidangan online, pasti sudah berbeda kisahnya. Narasi pengacara bisa ke mana-mana.

Saksi, Arya Bima menohok, ketika mengatakan, bagaimana orang yang selalu menglaim suci, namun pembohong.  Hal yang jelas memantik kemarahan. Ciri khas anak kecil yang mempertahankan diri, ketahuan berbohong, akan mengamuk dan mencaci pihak lain.

Nah, orang yang berkepribadian seperti ini ah yang masih saja diyakini kebesaran namanya? Menyematkan diri keturunan orang besar pula? 

Saatnya lembaga yang terkait berani bersikap, melepaskan labling agama demi hasrat politik dan ideologis.  Masalahnya ini adalah kerja para bohir yang sudah makin kepepet. Dagelan yang menghabiskan anggaran negara dan memboroskan energi berbangsa. 

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply