Simalakama Perubahan dan Nasib Orang Baik Negeri Ini
Beberapa hari lalu Presiden memerintahkan Kapolri untuk menindak preman dan pungli di Priok. Hari berikutnya media menyajikan penangkapan para preman itu. Apa yang terjadi berikutnya adalah pembicaraan, antrian makin panjang, ada pembiaran, dan sejenisya.
Apa yang tampil adalah perbaikan itu malah jadi penggangu. Ini aneh, cepat karena adanya pelicin dianggap lebih baik. “Pembalasan” dari oknum yang biasa nyaman malah dibiarkan, seolah menyalahkan upaya pembenahan.
Hal yang sama terjadi dalam isu PPN untuk beras super premium, makanan kelas atas, dan juga sekolah kalangan sangat atas. Apa yang terjadi? Seolah semua kena pajak. Mau beras jatah kalau masa Orba atau awiran bahasa kampung, biasa untuk melayat, beras PKH atau bansos yang paling murah harga di pasar.
Padahal sama sekali jauh dari itu semua. Pun itu masih rancangan yang baru diajukan. Cukup menarik. Ada apa ini?
Rancangan yang akan dibicarakan, namun sudah dinarasikan seperti ini, berarti apa? Ada agenda yang diusung. Siapa? Siapa lagi, yang paling-paling itu lagi-itu lagi, partai yang tidak pernah bisa bicara dalam pemilu namun sok merasa gede, dan kelompok sok oposan, pemilu ngacir.
Elit yang biasa pesta pora, kini harus mau berbagi. Merekalah yang main api bersama dengan anggota dewan yang memiliki agenda ideologis. Kena dampak yang menopang gaya hidup mereka. Makan enak, sekolah kelas atas, kualitas nol besar.
Aneh, bukan menghajar pembocor data, malah nyalahin pemerintah, mendeskreditkan pemerintah, dan membakar kemarahan massa yang memang minim literasi, sumbu pendek, mudah ngamuk. Masalah itu di sana, bukan soal PPN yang tidak tepat.
Menghajar orang bekerja, jelas perilaku pemalas. Enggan kerja keras. Menuding dan menyalahkan orang berakitifitas, sama juga dengan biang gosip. Negara ini terlalu banyak benalu berperilaku parlente. Parasit yang sok elit.
Melihat fenomena dengan kaca mata kepentingan. Menyalahkan yang berusaha memperbaiki keadaan karena terkena narasi busuk. Jangan anggap ini sepele, karena orang yang suka membaca, namun daya kritisnya kurang bisa tersesat.
Harapan tetap layak didengungkan. Kebaikan tetap tidak boleh takut dan mundur karena takut.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan
Hal baik dan benar perlu dan harus diperjuangkan.
Perlu konsistensi dan keteguhan hati, memang. Selama ada di koridor benar, maju terus, karena terkadang kebenaran dan kebaikan tergantung pada persepsi.
Seperti mata uang dan mata pedang, selalu ada dua sisi, demikian fenomena yang ada di bangsa kita, Pak Susy.
Terima kasih artikelnya..
Salam penuh kasih.
Makasih Mbak Nita