Melongok Kepemimpinan Prabowo dan Reshuffle Kabinet
Ternyata ini adalah ajang pembuktian bagi Prabowo di dalam mengelola partai, diri, dan juga negara, jika mau nyapres lagi. Pos kementrian itu jabatan yang selangkah lagi presiden, jadi ketika kinerjanya moncer, brilian, tiket ke pilpres itu pasti didapat.
Partai.
Oposan itu wajar, baik-baik saja, namun ketika ketua umumnya menjadi menteri, mosok anak buahnya membully presiden? Jika mengelola anak buah yang hanya berapa juta saja tidak mampu, lha apalagi 270 juta kepala dengan model waton sulaya ala negeri +62. Susah membayangkan ia jadi RI-1.
Maain dua kaki ala Demokrat sih biasa dalam politik, namun tentu saja ada batas dan kepantasan. Lihat model Fadli Zon, atau DKI yang ngaconya luar biasa itu. Bisa dikatakan membangkang dan subversif jika era Soeharto.
Menteri Pertahanan.
Eh malah membentuk Detasemen Pengawal Khusus. Apakah meniiru Paspamres? Lha jika demikian sih aneh saja. Untuk apa coba, jika untuk menyambut tamu kehormatan, apa iya harus khusus seperti ini sih? Lha memang selama ini tidak ada?
Aneh dan lucunya, malah tampilan fisiknya yang seolah prioritas. Jadi pertanyaan, untuk apa? Coba jika yang keinginan Jokowi, sudah ke mana-mana spekulasinya. Urgensinya minim. Malah teroris yang mendesak diam saja.
Nah berkaca dari hal-hal di atas, jadi pertanyaan, seberapa mampu Prabowo menjadi presiden?
Minim. Pantas saja ia selalu kalah. Jawaban debat mempertontonkan pemikirannya. Tidak ada yang baru dan menjanjikan.
Kini kinerja sebagai menteri makin mengukuhkan apa yang ia lakukan sebagai pemimpin partai. Tidak memberikan harapan apalagi kepastian sebagai pemimpin.
Lebih cenderung penguasa dan bukan pemimpin. Negara itu perlu juga pemimpin, bukan semata penguasa.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan
Kita tunggu takdirnya pada tahun 2024. Kalau masih kalah, masuk gudang ajah. Masih ingar kata Pak Habibie. Yang tua, (diatas 60-an) op ..*ir aja. Ya mas Susy. He he ….
Masalahnya ada pihak2 yg mau memanfaatkan
Terima kasih dan salam hangat Ibu