Waloni, Ari Untung, Rizieq dan Pemuka Agama Dadakan

Miris, ketika bulan Ramadan lini masa media sosial penuh dengan bahasan ulama dadakan. Mereka ini tidak memberikan dampak baik bagi masyarakat dan ibadah. Malah cenderung menjadikan kasak-kusuk dan berujung pada perselisihan.

Waloni. 

Pengulangan, hanya menjelekkan Gereja dan memuja agama barunya. Hal yang memang dijual dan cukup laku juga. Kursipun sampai beragama. Hal yang sejatinya nista, termasuk menistakan yang mengundangnya. 

Miris ketika mereka merasa bangga, merasa lebih dari yang jadi bahan cacian Waloni. Toh tidak ada reaksi berlebihan, dari yang jadi bahan cacian, ya karena memang tidak dianggap penting.

Ari Untung

Fenomena hijrah yang kehilangan arah. Bagaimana orang yang mengaji baru mulai namun menafsirkan apa yang sangat tidak mudah. Soal  tangga pesawat yang sangat sekular, tidak ada sangkut-pautnya dengan spiritual,  bagaimana urusan tangga yang ternyata protokoler, dan kemudian itu semua salah, dikaitkkan dengan riba?

Ini pokoknya Arab, hanya fokus pada Arab, tidak mau tahu apa Arab sebagai budaya, negara dengan politik, atau bahkan kapitalis dari Timur Tengah. Pokoknya Arab sama dengan Islam. Padahal jelas berbeda.

Rizieq Shihab.

Ini sih sejatinya sudah bosan untuk membahas. Bagaimana tidak, ketika susah melihatnya sebagai seorang ulama. Tidak ada cerminan  yang layak memperlihatkan diri seorang yang memiliki spiritualitas tinggi. Kajian penuh umpatan, doa-doa buruk, dan kata-kata kotor biasa terlontar.

waloni

Jauh lebih tepat sebagai residivis sebenarnya. Mirisnya, ia adalah salah satu ikon, simbol, dan bahkan pusat dari perjuangan ideologis. Ini yang selalu digoreng-goreng. Istilah agama dilacurkan oleh politikus busuk minim prestasi.

Syukur, bahwa jauh lebih banyak dengungan di media sosial memperolok mereka. Hanya pada grup-grup tertutup pemuja mereka berani bersuara. Si berisik Fadli Zon saja yang ikut ngomporin, namun tidak laku.  Artinya, bangsa ini sedang menuju kepada keadaan lebih baik.

Lok-olokan dan merasa malu atas perilaku mereka bertiga ini jauh lebih dominan dan bersuara. Dulu-dulu, pada diam. Kini mereka bersuara.

Preman-preman berkedok agama, ingin memanipulasi keadaan. Politikus gelandangan menumpang ketenaran mereka. Identik dengan kera naik macan. Mereka ini sebenarnya keropos, hanya tampilannya saja yang seolah gagah dan garang.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply