FEATURED

Indonesia Negara Kaya SDA, Terdistribusi ke Mana?

Indonesia Negara Kaya SDA, Terdistribusi ke Mana?

Kesejahteraan Kog Masih Jauh dari Harapan

Setiap kali laporan keuangan yang ada pihak yang terkait selalu mengatakan jika pendapatan terbesar dari pajak. Hal yang biasa sebenarnya jika memang negara miskin sumber daya alam. Sebagaimana negara-negara di Eropa atau tetangga sebelah rumah Singapura.

Yunani kolap ketika tidak ada wisatawan karena andalan mereka memang itu. Singapura menjual jasa untuk mengirimkan dan mendistribusikan barang ke seluruh dunia. Monaco menarik pajak supertinggi pada warganya, karena memang itu yang bisa mereka peroleh untuk jalannya negara.

Lain dengan model Arab Saudi, Brunei Darusalam, atau Negeri-negeri Timur-Tengah seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, dan seterusnya. Lain dengan Afganistan, Suriah, atau Yaman lho. Fokusnya yang kaya akan kekayaan alam dan sejahtera. Sering terdengar, bahwa warga mereka bahkan memperoleh tunjangan, tidak dipungut pajak tentu saja.

Kekayaan Alam dan Budaya Indonesia Melimpah

Sejak sekolah dasar dijejalkan bahwa bumi Indonesia kaya akan hasil tambangnya. Nomer sekian di dunia untuk emas, nikel, timah, batu bara, dan seterusnya. Sering pada peringkat atas dunia. Ada gunung emas di Papua, ada batu bara di Sumatera, ada kayu yang berlimpah ruah di Kalimantan, ikan di lautan Indonesia yang luar biasa besar. Nikel di Sulawesi, Papua, Maluku. Minyak bumi di hampir seluruh pulau ada. Jawa pun memiliki banyak sumur besar.

Pariwisata, itu juga menjual alam, bukan buatan sebagaimana dunia Impian di Amerika dengan Disney Land. Di sini ada Bali dengan segala keindahan, budaya, alam, pantai,  kampung, dan sebagainya. Ada Lombok, Toba, Borobudur, Prambanan, Raja Ampat, Bunaken. Gunung yang bisa menarik wisatawan, Rinjani, Bromo, Puncak Jaya Wijaya, dan banyak lagi.

Budaya yang menarik untuk wisatawan.  Ada wayang, mulai dari wayang kulit, wayang orang, wayang golek, ludruk, ketoprak, tari-tarian, bakar batu Papua, lompat batu Nias, adat pemakaman Toraja, ngaben Bali, batik, ukiran, patung, dan ribuan hasil cipta dan karya manusia Indonesia. Luar biasa, dan unik setiap daerah ada.

Mengapa Belum Membantu Masyarakat dan Negara Sejahtera?

Korupsi merajalela. Talang bocor ada di mana-mana. Uang hasil tambang melayang ke kantong pribadi. BUMN sarang tikus, lihat saja gaya hidup pegawai dan petinggi Perusahaan plat merah itu seperti apa. Selalu melaporkan rugi, tetapi berbalik terbalik dengan gaya hidup para pegawainya. Khususnya jajaran atasnya tentu saja.

Mental kere. Tidak pernah merasa cukup, selalu merasa kurang, dan tamak. Selain korupsi mereka juga memeras dan memalak. Gaji sudah gede, masih nyolong, tambahan lagi malak dari mana-mana. Sudah akut parah. Selalu tidak pernah cukup, karena sikap dasarnya memang kere, bukan miskin.

Ideologis. Mendeskreditkan budaya sendiri dan diganti budaya asing. Selain feodal ya karena mental  kere dan mental budak. Ini menghambat budaya menjadi devisa. Padahal potensi itu sangat besar. Ada di mana-mana budaya dan adat bisa menarik untuk wisatawan asing. Bayangkan uang mereka yang digunakan selama menyaksikan pertunjukan agung itu. Sayang tidak dikelola dengan baik, karena ideologi yang merangsek ke semua lini.

Pemerintah yang tidak fokus. Keberadaan pemerintahan itu sekadar kekuasaan, kursi, paling kerja bagus sekitar setahun, satu-dua tahun awal konsolidasi, tahun ketiga kerja, tahun keempat dan kelima menanamkan kuku agar dipilih lagi. Cek saja pola ini, kan demikian adanya. Kesejahteraan rakyat mana ada dalam benak mereka. Sering ribut  yang tidak mendasar.

Asyik dengan kekuasaan, abai akan tanggung jawab. Masyarakat mengais-kais jalan usaha, nanti dijegal jika ada yang tidak suka. Palak sana palak sini menjadi beban setiap saat pelaku usaha, pun budaya. Negara tidak pernah hadir dalam kondisi demikian.

Campur aduk, semua berbau politik dan agama. Entah sampai kapan, ketika pelaku usaha, pelaku seni selalu dihadapkan pada dogma. Mirisnya sering dogma tafsir sepihak bukan benar-benar dogma yang universal. Jika beda afiliasi politik atau agama, jangan harap bisa sukses. Tidak punya kapasitas karena kesamaan ideologi atau politik akan memperoleh jalan tol dan karpet merah.

Pengelola kurang professional. Jangan harap bisa maju, jika pejabatnya dipenuhi dengan landasan kesamaan agama dan afiliasi politik. Tanpa kecakapan dan ketrampilan sama sekali pun bisa menjadi ini dan itu di negeri ini, termasuk pengajar di sekolah dan universitas berkelas sekalipun. Bisa dibayangkan hasilnya seperti apa.

Pendidikan yang salah fokus. Lagi-lagi biangnya adalah sempalan ideologi ultrakanan. Agama masuk dan meruyak ke semua lini berbangsa. Tidak ketinggalan dunia Pendidikan. Lihat saja Pendidikan bangsa ini campur aduk dunia yang satu ini, ada agama, politik, yang membuat dunia yang harusnya mencerdaskan malah menjadi membuat bodoh.

Pejabat yang mengelola itu timses politik atau diseparasi karena kesamaan agama.  Pemeluk kepercayaan lain tidak boleh menduduki, padahal lebih ahli, berkompeten, dan benar-benar memahami permasalahannya.

Bisa dimengerti, ketika   bangsa kaya raya namun sejahteranya masih terlalu jauh dari harapan. Sepanjang negara dikelola dengan model seperti di atas, ya jangan harap maju dan lebih berkembang.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *