Jokowi End Game dan Makna Keberadaan Munarman Rizieq

Kemarin, sebenarnya hendak ada demo besar-besaran. Konon 17 kota untuk menggoyang pemerintahan. Jokowi harus turun. Taggar yang dipakai Jokowi End Game, mahasiswa dan anak STM menjadi motor di lapangan.

Kemudian muncul pengakuan bahwa banyak pihak yang merasa dicatut namanya untuk kepentingan mereka. Ini juga sudah sering terjadi hal demikian. Identik para  penggaung, komentator, dan yang biasanya bersorak akan itu.

Sabu malam, banyak bertebaran isu mengapa gagal total aksi yang katanya besar-besaran itu. Beberapa hal itu logis dan masuk akal. Ada yang menyebut sebuah parpol yang pelit untuk modal dalam aksi. Mereka biasa mengumpulkan bukan untuk membayar. Masuk akal.

Isu lain mengatakan, lengkap dengan tangkapan layar bahwa uang atau logistik untuk aksi itu dibawa lari pengarah lapangan. Lagi-lagi logis. Tiba-tiba melempem tidak segede taggar yang ada.

Lebih dalam lagi, upaya rusuh, demo gede-gedean, selalu gagal. Benar bahwa aparat sudah sejak dini melakukan antisipasi. Demo Bandung otak lapangan ditangkap. 150 orang, ini sigap. Jateng juga provokator medsos ditangkap. Benar belum sampai otak di balik itu semua. Belum sampai pemakai yang diusut.

Sejak sidang Rizieq sepi pengunjung, dalam arti berbeda dengan apa yang didengung-dengungkan pihak-pihak yang mau mengail di air keruh. Publik sudah paham, jadi enggan untuk terlibat, apalagi di tengah pandemi.

End Game

Jika dicermati, hilangnya Rizieq sudah separo kekuatan politik jalanan tumbang. Munarman masih beberapa kali mengupayakan itu. Toh masih menggunakan Rizieq sebagai bahan agitasi. Video jarak jauh menjadi sarana. Masih lumayan, ada menolak UU Ciptaker dan UU KPK.

Munarman ini kekuatan lapangan dan jaringan. Rizieq itu agitasi dengan menggunakan dalil agamis menang. Munarwan tidak cukup itu. Kolaborasi klop. Ketika keduanya masuk bui, semua berakhir.

Peta politik jalanan kini menjadi riuh rendah semata di media sosial. Hanya itu, karena media sosial sangat mungkin satu orang memiliki ratusan akun. Itu dihitung ratusan juga. Apalagi nanti saling membagikan ke mana-mana.

Beda dengan lapangan. Ketika kelihatan fisik, kasat mata, mana ada orangnya. Siapa sih yang au mati konyol selain kemungkinan korona juga bisa jadi ditangkap polisi.

Tidak ada orang yang cukup meyakinkan pemain demo untuk ini. Biasanya Munarman. Bakar-bakar medsos sih biasa dan sangat banyak menemukan orang yang mampu demikian. Berbeda untuk melakukan di dunia nyata, jalanan asli.

Pandemi ini bukan masalah pemerintah, namun seluruh bangsa, bahkan dunia. Hanya  oposan di sini yang berkolaborasi dengan barisan sakit hati yang mau mngambil kesempatan untuk menjungkalkan pemerintah.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply