Jokowi versus Surya Paloh

Jokowi versus Surya Paloh

Usai penangkapan Johnny Plate, pembicaraan malah fokus pada keberadaan Surya Paloh. Bagaimana ia pernah mengatakan, jika partainya akan dibubarkan jika ada kadernya yang korupsi. Toh sekjend sudah kali kedua ditangkap penegak hukum karena korupsi.

Kini, berbeda dengan sikapnya kala Rio Capella yang dicokok KPK, malah seolah membela kadernya itu. Terlalu mahal tangan menteri terborgol. Kemudian elit lain mengatakan jika Johnny Plate adalah korban dari pemerintah yang tidak suka dengan Nasdem.

Playing victim mau dimainkan. Menggunakan bakal capresnya terminologi keagamaan. Mendeskreditkan pemerintah yang dinarasikan  ogah mendukung bakal calon presiden mereka. Hal-hal ini yang pada hari-hari digelontorkan oleh mereka.

Natalius Pigai juga menggunakan terminologi agama, satu-satunya menteri Katolik dipenjara demi pencalonan Anies Baswedan. Mau mengatakan, bahwa pemerintah menjebloskan Johnny Plate karena emoh mantan Gubernur Jakarta itu menjadi capres di pemilu 24 nanti. Seolah-olah barter bahwa kader Nasdem harus masuk bui karena ngeyel ngajuin Anies Baswedan.

Apakah ada rekam jejak Jokowi itu main kayu dan menyingkirkan orang yang tidak disukai dengan model kriminalisasi? Layak dicermati.

Ingat apa yang oposan katakan selama ini. Ada  Amin Rais yang mengatakan bebek lumpuh, seperti kera ditulup, atau isu PKI sebagai mana banyak dikatakan oleh pendukung partai tertentu. SBY dan AHY yang selalu berkutat masalah utang dan pembangunan. Jokowi hanya diam, tidak membantah, karena fokusnya bekerja. Nah, gugur tesis kriminalisasi Johnny Plate.

Belum lagi jika bicara antek-antek oposan yang kata-katanya sangat vulgar, kasar, dan bahkan tidak kenal adab. Seperti Sugik Nur yang menyoal ijazah palsu, itu dipidana karena memang tidak bisa membuktikan tudingannya. Hukum di Indonesia jelas kog, yang menuduh wajib membuktikan, bukan sebaliknya.

Surya Paloh sebenarnya jauh lebih dulu gedeg dengan Jokowi. Ketika, konon dukungannya dini adalah upaya untuk menjadi pengganti penikmat Petral yang selama ini dikuasi oleh duo presiden militer. Siapa tahu dapat durian runtuh itu. Eh, ternyata si jungkring itu malah jauh lebih kuat dan liat dari pada si tambun. Petral ditendang, dan malah mengambil pengelolaan banyak tambang yang selama ini dikuasai asing.

Makin ugal-ugalan menjelang 24, dengan mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presidennya. Itu belum seberapa parah, namun ketika mengatakan bahwa Anies Baswedan adalah antitesis Jokowi, ini sudah keterlaluan. Mereka ada dalam kabinet, namun mengambil posisi berlawanan kutub.

Publik menanti pergantian para menteri dari partai yang berangkat dari ormas ini. Sekian lama      tidak terjadi. Jokowi sangat paham, jika ia gegabah, sebagaimana Surya Paloh lakukan, malah menjadi poin penting bagi perkembangan pencapresan gubernur gagal ini.

Soal waktu dan ketepatan bertindak. Kejaksaan tentu sangat hati-hati karena narasi politisasi pasti akan menguar, dan itu menguntungkan Nasdem. Namun dengan mepetnya waktu pemilu, membuat mereka malah susah untuk keluar dari keadaan kusut ini. Lihat PKS yang  sempat gede di pemilu lalu, karena kasus daging yang dilakukan presidennya, mereka makin kecil.

Demokrat juga mengalami hal yang sama. Kasus korupsi yang menjerat bintang iklan katakan tidak itu pun 11 12 dengan PKS. Makin kecil dan susah kembali ke atas lagi. Masalah yang tidak sederhana.

Koalisi Perubahan juga makin  susah terbentuk, usai berebut slot calon wakil presiden oleh dua partai pengusung, juga kini dengan kasus korupsi yang sangat susah dilepaskan.  Jargon yang sudah diteriakan makin susah ketika kepuasan publik mencapai 80%. Sulit menemukan celah untuk bisa menjadi oposan dari pemerintah sekarang.

Jokowi memang piawai dalam memainkan peta politik ini. Surya Paloh megikuti JK dan Amien Rais yang sudah terkapar KO, namun masih berkoar-koar bahwa mereka lebih baik dari Jokowi. Faktanya tidak demikian.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply