Kaesang Molitik, Apa Salahnya?

Kaesang Molitik, Apa Salahnya?

Apa salah Jokowi dan anak-anaknya dalam panggung politik? Mempermalukan elit yang hanya mikir periuk dan kursi untuk anak-cucunya sendiri.

Menarik apa yang dipertotonkan elit partai politik sejak Jokowi memangku jabatan presiden. Seolah-olah elit ambrol tahtanya. Namanya republik tapi pengelolaa ala-ala  feodal, kerajaan, monarkhi. Lihat saja anak siapa jadi siapa, jenderal anu anaknya di kedinasan anu, dan seterusnya.

Parpol pun sebelas dua belas. Mau jadi elit ya masuk Golkar dulu, masa Orba, atau masuk partai anu hanya akan jadi kacung, karena bukan anak atau trah siapa-siapa. Ada pula tiba-tiba nangkring di puncak pimpinan karena anak si A atau Si B, padahal kapasitas belum tentu ada dan mumpuni. Toh semua disorak sorai sebagai sebuah capaian luar biasa.

Jagad dan panggung perpolitikan porak poranda. Dulu ya hanya itu-itu saja perputarannya, Abu Rizal Bakrie, JK, Surya Paloh, Amien Rais, Megawati, Rizal Ramli, dengan segala keturunannya. Eh tiba-tiba menyeruak dari belantara Solo, walikota, digaet Gubernur Jakarta, dan naik menjadi presiden. semua berbalik dan berubah. Elit kaget.

Eh makin nyesek ketika anak dan menantunya masuk panggung yang sama, dan menang dengan relatif mudah. Padahal anak elit yang lain pada mblangkrak karena memang tidak cukup kapasitas dan kemampuannya. Bersikukuh dan berkutat pada tataran yang didapat bukan karena capaian.

Ada yang urusan rumah tangganya, ada yang mentok dengan segala daya upaya padahal ngarepnya tinggi banget. Mereka semua bapak dan keturunan orang hebat, bukan berangkat dari akar rumput dari kebanyakan warga negeri ini.

Malah aneh dan lucu, ketika sama-sama orang kebanyakan, masyarakat kebanyakan itu ikut genderang elit yang tergoncang. Padahal ini adalah kesempatan orang biasa dapat menjadi apapun karena memang itulah demokrasi dan kekayaan alam modern. Tidak tergantung keturunan, darah, atau klan siapa. Siapa yang mampu dan mau bisa bersaing secara sehat.

Kala Kaesang mau ikut juga        meramaikan dunia politik semua ribut. Ke mana suaranya kala anak-anak kolokan Cendana malang melintang dan menjadi pengurus teras Golkar, mendirikan parpol, mengatakan mau nyalon presiden pula.

Atau suara itu semua senyap, ketika anak-anak SBY nyalon ini dan itu. Padahal terbukti kapasitasnya juga tidak moncer-moncer amat. Mana sih capaian Ibas atau AHY? Nol besar.

Ke mana juga suara sumbang itu ketika anak-anak Amien Rais, anak Zulkifli Hasan, atau elit negeri ini juga berlomba-lomba menempatkan anaknya. Coba cek sekolah kedinasan itu, berapa banyak yang anak elit dibandingkan warga biasa?

Jokowi pernah mengatakan, bahwa ia merasa tahu diri, tidak akan membalas caci maki, hujatan, dan juga cemoohan, karena bukan berasal dari pejabat sipil, militer, atau pengusaha kelas top negeri ini. Tetapi toh  capaiannya mengalahkan jenderal dan juga perbaikan di mana-mana dirasakan seluruh rakyat bangsa ini.

Apa yang ia alami sebagai rakyat biasa membuat cara pandangnya menyeluruh, bisa menghidupi untuk perbaikan. Bagaimana bisa anak yang gede dipelihara negara, beaya seluruhnya negara makin, minum, sandang, asrama mau merasakan pahit getir, hujan panas di jalan mencari sesuap nasi.

Mereka ini yang gerah, memanfaatkan rakyat kebanyakan yang tidak berani bermimpi menjadi besar dan mampu juga menjadi apa saja. Kesalahan Jokowi itu bukan pada masyarakat,  namun elit.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

 

Leave a Reply