FEATURED

Kala Panglima TNI Kena Skak Guru

Kala Panglima TNI Kena Skak Guru

Beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan dengan pro kontra revisi UU TNI. Panglima TNI mengatakan, jika anak buahnya, di antara para prajurit itu ada yang nyambi ngojek atau pedagang kecil untuk menopang ekonomi keluarganya. Dia berpikir, bahwa dengan revisi UU sehingga membuka peluang bagi militer untuk berbisnis. Asumsinya, kesejahteraan masih jauh dari layak, sehingga dengan bisnis memungkinkan untuk menambah pemasukan dan ekonomi keluarga lebih baik.

Respon menarik dari sebuah kelompok guru yang mengatakan, bahwa  gaji mereka, baca guru, banyak yang di bawah UMR, masih sering kena kasus hukum, dan banyak  kesedihan lainnya. Wajar, karena tentara tidak ada yang swasta, sedang guru jauh lebih banyak yang swasta, nampaknya. Ketika bayaran dan kesejahteraan guru tidak sebagus militer, untuk yang swasta terutama, bisa dimengerti.

Apa yang menarik untuk diulik adalah,

Hampir semua pola pikir kita ini masih cenderung ke dalam, ego, keakuan, belum bertindak dan berpikir mengenai pihak lain. Contoh, tentara ini pimpinannya hanya berfokus pada anak buahnya. Padahal kesejahteraannya jauh lebih baik dari anggota lembaga lain. Militer itu ada asrama, perumahan, profesi lain tidak ada lho. Kendaraan dinas lebih banyak, jika ada tugas bisa dengan menggunakan kendaraan ini. Padahal di lembaga lain mereka bisa jadi patungan dari gajinya yang tidak seberapa.

Guru yang merasa bahwa gajinya masih banyak yang di bawah standar,  wajar kalau mereka ada yang merasa “iri” atas kehidupan militer. Mereka melihat bahwa militer yang   sudah begitu sejahtera  masih kurang. Belum lagi jika melihat posisi “aman” dari tentara. Padahal mengajar dengan susah payah, eh malah dituduh melakukan kekerasan, sedang guru menilai itu bagian dari pendidikan.   Kan tidak ada di kehidupan militer yang demikian.

Sebaliknya malah, sering militer melakukan kekerasan pada pihak lain. Pun tidak pernah menjadi kasus hukum.

Miris, jika model biner demikian terus. Kekurangan harus diupayakan seminimal mungkin, dan memperluas kekuatan dan kelebihan. Memberikan sikap empati dan mau mengerti keadaan liyan, pihak lain,  others, membuat  sikap syukur,  cukup. Melihat yang lain dengan sikap respek dan menghormati. Derita pihak lain juga keprihatinan bersama, tidak lagi ego, namun bersama.

Falsafah menang-menang jarang terjadi di tengah hidup bersama. Yang terjadi adalah menang kalah. Menang atas pihak lain, atau pihak sendiri sebagai korban.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *