FEATURED

Logika Ndagel Prabowo

Logika Ndagel Prabowo

Menarik apa yang terjadi dalam hidup berbangsa kita. Akhir-akhir ini, bagaimana pembicaraan di akar rumput yang demikian sulit. Bicara IHSG dan dollar yang acrobat, mungkin terlalu jauh bagi Sebagian besar orang. Tetapi ketika lebaran    kemarin, THR anak-anak menurun drastis, ada yang mengaku turun hingga separonya. Pedagang makanan yang tidak ada pembeli, ini jelas krisis. Eh malah orang  tertinggi di negeri ini malah ndagel.

Logikanya bagaimana jika seperti ini?

Jangan makan pedes-pedes kalau lombok mahal.   Maunya becanda, namun tidak pada tempatnya. Atau memang kapasitasnya hanya segitu, sehingga meminta untuk yang lebih solutif itu adalah pelanggaran HAM berat? Eksploitasi berlebihan, wong tidak mampu oq.

Padahal bisa banyak gagasan sedikit cerdas. Misalnya, meyarankan tiap rumah atau minimal tiap RT punya sekian puluh pot tanaman cabe, itu lebih logis. Mengapa? Biarkan petani besar lombok   memasukkan hasil pertaniannya ke Perusahaan sambel, mie instan, dan seterusnya. Nah Masyarakat berdikari dengan mengandalkan tanaman sendiri. Misalnya itu.

Menaikkan gaji hakim. Bagaimana perilaku hakim, penegakkan hukum, dan markus alias makelar kasus itu menggurita. Tidak soal gaji kurang, namun karena integritas yang sama sekali tidak ada. Pembenahan bukan menambah gaji. Kesejahteraan hakim sudah bagus, bahkan termasuk yang terbaik di antara Lembaga dan Kementerian yang ada di negara ini. Toh jual beli kasus masih saja terjadi.

Tamak. Jangan heran kalau sikap mental ini tidak dibenahi, maka akan tetap bahkan lebih parah. Penambahan gaji tidak akan mengubah apapun, karena akarnya adalah tamak sebagai salah satu pilar integritas.

Pendidikan yang acakadut membuat keadaan termasuk dalam menegakkan hukum buruk. Jual beli nilai, gelar, suap untuk masuk ke Lembaga Pendidikan dan dunia kerja termasuk kehakiman, tanpa memperbaiki ini, mau dinaikkan sejuta kali tetap saja masih buruk kinerjanya.

Rekruitmen dan jenjang karir, coba Prabowo cek, bagaimana masuk ke Lembaga-lembaga negara dan kenaikan jabatan atau pangkat mereka. Apakah dengan prestasi    atau karena uang suap? Sederhana kog, gaya hidup pejabat itu apakah sepadan dengan gaji dan pendapatan mereka? Atau yang kompeten malah tidak berkembang karirnya, padaha banyak yang biasa malah moncer, perlu dicermati ini.

Lha katanya efisiensi kog malah naikkan gaji? Apalagi malah mangkas dan nunda honorer dan CPNS dan CP3K, eh naikkan yang sudah ada dan mapan.

Kasihan anak koruptor, nanti menderita. Logikanya ke mana ya, ketika merampas dan memiskinkan harta koruptor oq kasihan pada anak-anaknya. Apa dia lupa para maling ini sudah membuat jutaan anak bangsa menderita? Aneh dan lucu.  Mau menegakkan aturan tapi takut membuat menderita. Sama juga ada kanker mau diamputasi eman-eman. Somplak.

Logika aneh ini sama dengan hukuman mati untuk gembong narkoba, katanya melanggar HAM. Pelanggar HAM dibela HAM-nya.

Bagaimana pleciden eh presiden memiliki pola pikir seperti ini? Bagaimana mau mengelola negara besar, kaya, dan konon 2045 mau menjadi negara maju, Indonesia emas. Padahal logika sederhana saja memble.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *