Masjid 1 T Mengeliminasi Ridwan Kamil dari Pilpres 24

Ridwan Kamil ini sangat menarik secara politik. Pilpres 2019 ia masuk jajaran terpopuler menjadi bakal calon presiden, mau lewat jalur Jokowi ataupun Prabowo. Sangat moncer. Kondisi didukung dengan kemampuannya memainkan media sosial, selaku walikota yang sangat populer.

Jejak politik Jokowi yang berangkat dari pimpinan kota, seolah ada pada diri Ridwan Kamil. Muda, cerdas, tanggap, dan juga media darling.  Eh, ketika naik menjadi gubernur, semua itu malah sirna. Entah karena apa, kinerja yang berbeda atau karena dinamika yang dihadapi sangat lain?

Titik balik sangat kerasa, ketika kepulangan Rizieq Shihab, ia mau berkunjung sebagaimana rekannya Anies Baswedan. Keadaan politik berbeda, dan belum sempat, malah terjadi peristiwa yang menimpa si Rizieq.

Aksi intoleransi yang marak di Jawa Barat, ternyata tidak mampu ditangani dengan semestinya oleh gubernur yang sempat moncer ketika menjadi walikota ini. Namanya makin    tidak kelihatan dari radar kancah politik nasional.

Tiba-tiba heboh dengan kehadiran masjid 1 T dengan dana APBD. Jawaban-jawabannya tidak seperti ketika menjadi walikota dalam menanggapi netizen. Keadaan yang  bertolak belakang malah, belum lagi aksi tindakan persekusi atas nama agama di Jawa Barat pas lagi viral-viralnya.

Apakah ini akan malah mengingatkan publik pada namanya untuk masuk bursa pilpres 2024? Tidak. Terlalu jauh dari harapan. Sudah terlalu sulit. Politik cemar asal tenar juga tidak sepenuhnya ia lakukan sebagaimana Anies Baswedan.

Ceruk pemilih yang menjadi sasaran juga cenderung identik dengan koleganya mantan Gubernur DKI itu. Kelompok-kelompok yang makin tidak populer seperti FPI dan kawan-kawan. Meskipun mereka bisa eksis dengan anarkhisme bantuan di Cianjur, secara politik mereka sudah tidak laku. Belum lagi keberadaan pimpinannya Rizieq yang usai dari bui jadi sangat pendiam.

Keberadaan bangunan masjid dengan anggaran besar itu tidak masalah secara peraturan. Toh netizen juga kritis, bagaimana dengan sarana transportasi massal? Atau keberadaan bangunan agama lain yang susah untuk berdiri. Upaya dengan berbagai cara untuk tidak bisa membangun demikian masif, dan sebagai pimpinan dia tidak bergerak.

Pembelaan dengan tautan berita mengenai bangunan tempat ibadah lain itu upaya buruk  malahan, bukan memberikan nilai tambah bagi dirinya, sebagai pemimpin. Cara berkomunikasi yang malah membuatnya makin susah berkembang lebih jauh.

Belum lagi, ketika pengunjung juga tidak memberikan “bantuan”, ketika malah menjadikan kolam sebagai arena berenang anak-anak. Selain renang juga sampah yang mewarnai tempat yang seharusnya suci.

Sikap batin warga untuk merawat, dan menghargai, serta menjaga kebersihan sangat rendah. Ini juga berkaitan dengan kepemimpinan.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply