SBY Bukan Soeharto, Sadarlah!
SBY membangun Demokrat bak Golkar, era Orba. Miris yang terjadi tidak sebagaimana ekspektasinya. Pas Pak Beye berkuasa, sangat mungkin semua mengiyakan. Mau diapakan pun akan iya-iya.
Kini, keadaan berbeda. Namun Pak Beye tampaknya tidak menyadari hal itu. Beberapa hal layak dicermati.
Pak Harto dengan Orbanya menyiptakan momok sangat mengerikan yang namanya Komunis. Orang tidak bisa apa-apa, ketika sekali saja ada sangkut pautnya dengan Komunis. Perwira tinggal pelantikan, ASN mau sumpah pegawai ketahuan ada salah satu kerabatnya kesangkut tapol atau PKI, selesai sudah.
Era keterbukaan dan kemajuan teknologi informasi masih belum begitu masih. Orang yang sudah ngeri dengan cap OT, jalur untuk bersuara tidak ada, sangat mudah bagi Soeharto untuk mengontrol semuanya.
Di tengah arus informasi yang sangat mudah, murah, dan super cepat seperti ini, mana bisa menerapkan sistem pemerintahan dan sistem berpartai dengan cara yang sama. Bagaimana anak-anak sekolah dasar saja sudah melek internet sekarang.
Respon sangat cepat zaman ini. Semua pihak bisa mengulik berita, opini, bahkan hoax dengan sangat leluasa dan bebas, sebebas-bebasnya. Ini yang SBY lupakan.
Membangun dinasti dalam partai, model Golkar di masa lalu. Anak-anaknya main bisnis, dan “upeti” sebagaimana ditudingkan para terpidana. Ini aneh, jika semua pesakitan menyebut yang sama, jika tidak benar-benar terjadi.
Mana berani pada masa pemerintahan atau seusai Soeharto lengser berbuat demikian? Selain ngeri dengan kebiasaan Soeharto, zaman juga masih tertutup. Ketakutan masih ada.
Nah, era SBY, sangat mungkin segan, takut, jerih, dan sendika dhawur saat masih berkuasa. Selesai masa baktinya, ya selesai juga ketakutannya. Tidak ada yang membuat orang takut, apalagi respek untuk menjaga keberadaan SBY.
Sikapnya yang memanfaatkan orang dan kesempatan bagi kepentingan sendiri dan keluaga, ini titik lemah paling parah. Jaringan yang ia miliki sangat lemah. Sasaran empuk untuk dijadikan bulan-bulanan.
Tidak mampu menjaga kawan dengan lebih baik. Cenderung meminta menjadi pujaan dan abai kawan. Siapa mau diperlakukan demikian terus?
Nasi telah menjadi bubur. Semua sudah terjadi. Ini adalah risiko kegagalan SBY bermain cantik dalam politik. Fokus pada jual derita saja.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan