Megawati: Jokowi Bukan Siapa-siapa Tanpa PDI-P

Megawati: Jokowi Bukan Siapa-siapa Tanpa PDI-P

Usai pilkada serentak sangat menarik apa yang terjadi. Bagaimana publik, terutama netizen membandingkan keberadaan PDI-P dengan Megawati dan Jokowi. Ungkapan-ungkapan menjelang pilpres 2024 sering diungkit lagi. Kini, banyak daerah kandang banteng yang kalah, paling telak Jawa Tengah.

Tahun 2014 sangat mungkin Jokowi masih bukan siapa-siapa, wajar Megawati mengatakan demikian. Namun ia lupa, Ketika 24 power Jokowi sangat besar. Publik masih begitu yakin dengan keberadaannya. Tingkat kepuasan kepemimpinannya sampai 80%. Begitu banyak drama negatif yang menyerang, toh pasangan yang didukungnya menang dengan mudah.

Pun dalam gelaran pilkada serentak. Posisi-posisi strategis, terutama Jawa bisa dikuasai “Jokowi.” Apa yang membedakan?

Pertama, arogansi. Suka atau tidak, banteng terlalu arogan dengan pernyataan-pernyataan kader ataupun elitnya. Politik itu tidak kaku, dan mereka seolah lupa. Benar pileg masih konsisten pada angka itu, namun jangan hanya puas diri dalam kemenangan sesaat. Ada gol yang lebih gede namun kedodoran.

Kedua, politik itu cair dan dinamis. Bagaimana membangun kerja sama. Lihat saja Prabowo itu competitor utama dalam dua gelaran pilpres, perilaku dalam bersikap politik pun masyarakat pasti paham. Belum lagi anak buahnya, toh bisa menjadi kolega utama.

Hal yang memang dalam politik itu mendasar, berbeda dengan Megawati, yang berpegang pada prinsip, lawan ya lawan, padahal sangat mungkin kompetitor ini suatu saat akan menjadi barisan yang sama, dan lebih penting dari pada yang awalnya bersama-sama.

Ketiga, kedewasaan berpolitik masih jauh di tubuh PDI-P, lihat saja bagaimana sikap elit banteng Ketika mengalami kekalahan. Mereka meradang, menyalahkan pihak-pihak yang menang, dan itu tanda belum siap kalah. Padahal pengalaman mereka maju dengan calon yang sangat banyak catatan minus mereka berani. Bukti mereka bisa membangun demokrasi. Hanya akhir-akhir ini mereka malah mundur.

Keempat, membangun sikap positif dan siap kalah dalam berkompetisi. Politik ya itu, seni  mendapatkan kekuasaan. Ideologi penting, namun di tengah warga masyarakat yang belum begitu dewasa dalam berpolitik, lebih luwes lah dalam bersikap. Ini sangat penting, jangan merasa paling, namun memahami kondisi yang ada.

Keberanian mengajukan calon sendiri di berbagai daerah itu layak menjadi poin penting. Tidak perlu focus pada kekalahan. Itu hanya sesaat. Jika bijak, di periode mendatang akan mendapatkan poin penting dari warga pemilih.

Salam penuh kasih

Susy Haryawan