Salawi Pergi, Mau Salawo, Mana Berani

Salawi Pergi, Mau Salawo, Mana Berani

Menarik apa yang terjadi dalam perpolitikan hari-hari ini. Dulu, masa 2014 sampai 2024 awal, apapun kebijakannya pasti banyak penyinyir. Semua salah Jokowi, maka keluar istilah Salawi, apapun salahnya Jokowi. Mau kebijakan kek apapun ada saja yang berulah, dari yang komentar miring, ada pula yang sampai berdemo berjilid-jilid.

BBM naik salah Jokowi, BPJS susah salahnya Jokowi, kebutuhan langka, presiden kala itu yang salah. Sampai-sampai ide atau gagasan mobil SMK pun dicemooh. Presiden plongaplongolah, membangun infrastruktur, terutama jalan, katanya rakyat tidak makan semen. Wis pokoknya semua serba salah Jokowi. Salawi selama sepuluh tahun.

Sekarang, masih juga salah, kalau sekarang bergeser dengan salahnya Mulyono, merujuk konon, nama kecil dari mantan walikota,  gubernur, dan presiden itu. Malah tambah pelaku yaitu para pendukung yang kecewa. Tidak heran, banyak program pemerintahan kemarin itu tidak tercapai. Lha malah banyakan cemoohan dari pada dukungan, termasuk kelompok elit lho itu.

Kini, semua program, gagasan, dan wacana Prabowo oke-oke saja, tidak ada sama sekali nyinyiran, cemoohan, apalagi hinaan, termasuk yang bukan pendukungnya. Lain sama sekali dengan masa pemerintahan sebelumnya. Ada saja mau elit ataupun pegiat media social yang ribut.

Lihat saja kemelut susu yang sedang terjadi, atau ugal-ugalannya para penegak hukum yang sedang pada cari panggung, mulai dari judi online, korupsi pengadaan gula, dan seterusnya.  Atau mobil dari Pindad yang tidak ada halangan untuk menjadi angkutan di jajaran elit negeri, mengapa susah ketika SMK dulu? Tidak ada kata-kata merendahkan atau menghina-hina.

Sepanjang untuk kemajuan dan kebanggan anak bangsa, mengapa sih harus dilecehkan dan direndahkan? Patut berbangga.

Mengapa demikian ya?

Apriori yang paling rasional dan relevan ya yang biasa teriak-teriak sekarang ada pada barisan yang sama. Bagaimana perilaku Fadli Zon dulunya, dan kini anteng saja.   Tentu saja bukan hanya dia seorang, begitu banyak bahkan,  kini semua senyap.

Takut Prabowo? Sangat mungkin. Maksudnya takut dibully dan dikeroyok pengikutnya yang begitu sangar dan kompak ketika menyangkut   junjungannya kena senggol sedikit saja. Pengalaman dulu-dulu membuktikan itu.

Kedewasaan si kalah. Hal yang sama tidak terjadi pada masa kemarin. Kalah tapi merasa menang dan selalu saja mencari celah untuk merendahkan, terutama 2014-2019, termasuk di sini Demokrat. Kini, semua anteng, nyaman, dan tenang, karena ada di dalam kabinet yang tambun.

Keadaan stabil ini modal untuk bisa berbuat banyak dan baik. Rongrongan sangat minim, bahkan seolah tidak ada. Mulus-mulus saja apapun yang digagas pemerintah pasti lancar.  Sudah terlihat dari beberapa gagasan, wacana, dan kebijakan yang tidak ada penolakan, apalagi gejolak.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan