FEATURED

Kekerasan Seksual ala Walid dan Masa Depan Berbangsa

Kekerasan Seksual ala Walid dan Masa Depan Berbangsa

Artikel ini berbicara mengenai kondisi konkrit kekerasan seksual di lembaga keagamaan. Sangat sensitive, namun tetap harus dibicarakan, karena berkaitan dengan masa depan bangsa. Mengapa hanya pesantren yang menjadi acuan tulisan? Ya karena paling banyak dan ada di sekitar kita. Sekali lagi bukan soal agama, namun perilaku beragama yang menyimpang. Ingat, bukan soal agama, namun cara beragama.

Hampir setiap saat ada laporan, perkosaan, pelecehan, dan percabulan dilakukan oleh pengasuh lembaga pendidikan khusus itu. Kekerasan ini selalu terulang dan seolah tidak pernah selesai karena beberapa hal sebagai berikut;

Pembiaran. Dalih agama, setelah itu menjadi komoditi untuk menyelamatkan diri. Pihak lain dilarang berkomentar, membahas, atau membicarakan. Ujung-ujungnya bisa didakwa dengan penistaan agama. Hal ini yang membuat tumbuh subur perilaku jahat ini. Semua agama sama saja, berdalih agama, kejahatan bisa merajalela.  Seminari juga begitu. Jadi, mari kaji dengan kepala dingin dan hati tenang, ini masalah kejahatan, bukan mengenai agama.

Seolah biasa saja. Selama ini banyak pembiaran, kalau terpaksa masuk ranah pidana, tidak ada pertanggungjawaban lain bagi si ibu dan anak-anak yang mungkin lahir. Kelompok korban yang sangat traumatik ini bisa ribuan. Jangan dikira tidak menjadi beban Masyarakat 10-20 tahun ke depan. Berapa banyak anak-anak terlahir tanpa perencanaan, ibu yang traumatik, dan keluarga yang pastinya malu.

Belum pernah mendengar, bahwa ada pihak yang peduli untuk mendampingi korban, baik perempuannya, biasanya anak-anak muda, apalagi anak hasil dari kekerasan itu. Bisa dibayangkan anak yang terlahir dengan keadaan demikian itu akan seperti apa.

Luka batin ibunya saja pastinya mengerikan. Belum lagi kehamilan yang tidak diinginkan, proses nircinta yang terjadi, luar biasa. Namun selama ini kog pada mingkem semua. Hal yang identik dengan anak-anak lahir korban perkosaan saat menjadi TKI di luar negeri.

Negara  perlu hadir dengan benar-benar, bukan hanya meminta pajak dan devisa negara saja. Perlindungan, pendampingan, dan pastinya menjamin masa depan bangsa yang sehat lahir dan batin itu penting.

Perlindungan malah pada pelaku bukan korban dan calon korban. Suka atau tidak, bahasa-bahasa yang dipilih sering malah membuat pelaku mendapatkan dukungan. Korban menjadi korban lagi, dengan tudingan, mengenai pakaian, perangai, dan yang diharuskan untuk menjaga diri. Otak pemerkosa yang ngeres itu yang kudu dikebiri, bukan pakaian perempuan.

Pilihan pelecehan, padahal perkosaan jelas meringankan pelaku, bukan berpihak pada korban. Memperhalus bahasa yang tidak tepat guna.  Hal ini seolah dianggap benar, padahal menyesatkan.

Menutupnutupi. Atas nama agama, melakukan kejahatan seolah menjadi benar. Hal yang harusnya sudah ditinggalkan. Bagaimana beragama namun melakukan tindakan jahat oq dianggap tetap benar. Katakana yang benar adalah benar, salah ya tetap salah siapapun pelakunya. Munafik emang penyakit orang beragama, apapun agamanya.

Hal ini sudah seharusnya ditinggalkan jauh-jauh. Sisi spiritual yang harusnya menjadi pedoman. Makin mendalam sisi spiritualnya, akan makin membumi dan rendah hati. Lebih banyak meninggalkan kesenangan duniawi. Sangat aneh jika mengaku beragama mendalam, namun masih suka kesenangan duniawi. Membenarkan perilaku jahatnya dengan dalih agama.

Berharap bahwa penyelesaian dengan menyeluruh, bukan sekadar selesai hanya untuk menyenangkan public dan tidak lagi menjadi pembicaraan. Atau ingatan publik yang cukup panjang, sehingga    tidak mudah lupa dengan peristiwa yang baru.

Sikap empati pada korban perlu dijadikan budaya. Tidak malah menghakimi korban dengan kejam, dan memberikan angin segara pada pelaku.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *