Pawang Hujan dan Egoisme Spiritual
Menarik apa yang terjadi, terutama di jagad maya, ketika pawang hujan mendapatkan hujatan oleh elit dan warganet tertentu. Biasa di negeri suka gaduh, apapun menjadi sebuah polemik. Dukungan yang sama gedenya juga membuat makin dinamis dunia maya kita.
Kearifan Lokal dan Pendatang
Sah-sah saja mau menolak hujan atau menggeser lebih tepatnya. Demi gelaran moto GP yang lebih menarik dan meriah, tentu hujan sangat lebat bisa menjadi penghambat. Nah, karena itu perlu upaya untuk membuat keadaan baik itu. Salah satunya dengan pawang hujan.
Ini jelas kearifan lokal. Berbeda dengan cara-cara agama yang sangat menjadi panglima dan rujukan beberapa pihak. Hal yang identik, 11 12 dengan ritual di IKN yang oleh pelaku dan kelompok yang sama menilai itu klenik. Apa sih klenik atau bukan? Sepanjang sesuai dengan kebiasaan mereka, kelompok tertentu ini dianggap baik dan benar. Nah ketika berbeda dicap sebagai klenik.
Masalahnya adalah cenderung politis. Mengapa demikian?
Bagaimana yang reseh hanya kelompok itu-itu saja. Ada sinyalemen afiliasi sangat erat bahwa itu adalah binaan partai tertentu. Mereka menarasikan yang mau mendegradasikan kesuksesan Moto GP dengan berbagai cara.
Salah satu pengauangan adalah adanya pawang hujan. Ada elit partai yang mengaku sudah keluar, namun selalu sejalan dengan kelopok yang itu lagi-itu lagi. Narasi senada yang sangat mudah terbaca. Orang dianggap sebodoh mereka.
Egoisme spiritual. Bagaimana negeri Pancasila yang sangat kaya dengan ragam adat dan budaya ini harus diseragamkan dengan tudingan musyrik, syirik, dan itu baru akhir-akhir ini. perbedaan harusnya menjadi kekayaan bukan malah sumber bencana.
Boleh dianggap sesat dan buruk ketika itu harus merugikan pihak lain. Ada pertumpahan darah, kekerasan, dan sejenisnya. Perilaku keseharian itu menjadi penting dan utama.
Lihat saja, bagaimana orang-orang yang teriak agamis itu diam dan bungkam sejuta bahasa ketika sesama mereka melakukan perkosaan bahkan penganiayaan. Ke mana suara kritis mereka? Jangan katakan karena sejalan kemudian semua benar.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan