PD Partai Drakor, apa Demokrat Sih?
PD Partai Drakor, apa Demokrat Sih?
Kontestasi 24 makin dekat. Sudah ada yang makin jelas mau apa dan bersama siapa. Ada pula yang masih sok kepedean, tapi tidak cukup modal. Partai kecil namun sok berpikir gede. Pihak lain merasa diri pantas dan tenar untuk bisa menjadi presiden, sudah berkeliling-keliling seantero negeri, padahal PT dari partai pengusungnya belum juga dapet.
Setiap gelaran pilpres selalu terdepan mengaku siap menjadi capres, sampai capresan lagi gak ada yang mencalonkan. Berjualan PKI sepanjang waktu tapi tidak pernah menemukan dan membawa PKI itu ke muka pengadilan.
Begitu banyak orang merasa bisa, namun sedikit yang bisa merasa. Pun parpol, merasa gede, tenar, toh ujung-ujungnya dalam gelaran pilpres hanya penggembira. Toh menjelang pilpres pola itu semua terulang. Lagi dan lagi.
Paling heboh kalau tidak mau dikatakan terlalu kasar, ribut tanpa maksud pilpres itu partai mersi, PD alias Partai Demokrat. Namun lebih cenderung menjadi partai drakor, drama ala Korea. Bagaimana tidak, hampir setiap hari membuat drama agar mendapatkan perhatian publik.
Politikus era kini, di negeri Indonesia itu prestasi, bukan sensasi dan klaim saja dalam membangun citra diri. Sayang, bahwa Demokrat justru berdiri di masa lalu, yang hanya mampu memproduksi drama dan narasi picisan. Pihak lain berlomba-lomba menghasilkan kader berprestasi, lha partai yang pernah mengenyam jabatan presiden hanya mengeluh, menuduh, dan kisruh saja.
Mengaku mendapatkan bocoran, sehingga SBY kudu turun gunung karena kecurangan akan mewarnai pemilu 2024. Toh Jokowi menang dalam dua kali gelaran pilpres juga dituduh dan bahkan digugat sampai MK katanya curang juga tidak terbukti. Lah, sepanjang calonnya berkelas, Demokrat tidak perlu galau. Berbeda ketika calonnya memang tidak berkelas, tidak cukup mampu bersaing dengan jantan.
Kini, anak buahnya juga mengaku mendapatkan bocoran. Padahal kebocoran apalagi itu ketetapan pengadilan kan melanggar. Kog seolah bangga. Ngaco lagi, belum juga diputuskan dan seolah sudah terjadi. lebih cenderung intervensi dengan mengatakan sudah bocor duluan.
Demokrat jauh lebih pas membangun citra dengan kinerja. Prestasi, capaian, keberhasilan dalam sebuah jabatan. Misalnya bupati atau walikota, kalau moncer, promosi naik kelas itu gampang. Terbukti begitu banyak kepala daerah masuk istana atau naik pangkat.
Kerja keras dan cerdas, bukan hanya mengulang-ulang seperti kaset bundhet, anak sekarang tidak akan paham keadaan ini. Mengulang barang rusak yang tidak enak untuk didengar, kecuali oleh pelaku dan yang memujanya.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan