Prof. Yudian Wahyudi: Agama Musuh Pancasila, Mosok Sih Prof?
Prof. Yudian Wahyudi: Agama Musuh Pancasila, Mosok Sih Prof?
Ungkapan Ketua BPIP Yudian Wahyudi selengkapnya sebenarnya adalah, si minoritas ini mau melawan Pancasila dan menglaim dirinya mayoritas. Ini berbahaya. Kalua mau jujur musuh terbesar Pancasila adalah agama, bukan kesukuan. Hal tersebut terlontar menanggapi adanya ijtima ulama untuk memilih dan mendukung salah satu cawapres mereka. Konteksnya adalah kelompok tertentu yang maunya adalah sebagaimana pola pikir dan pola tindak mereka. Salah satunya mengatur negara seturut dengan ide, gagasan, dan tentunya ideologi mereka.
Aksi dan reaksi, Yudian mereaksi apa yang terjadi atas perilaku sekelompok orang dan ormas. Apa yang ormas dan kelompok ini juga menjawab atas paksaan Orba mengenai ideologi Pancasila satu-satunya azas dalam segala hal. Nah ada beberapa pihak era reformasi ini memilih ideologi Islam sebagai azas mereka, termasuk partai politik.
Sejatinya tidak salah. Kelirunya adalah memaksakan yang lain ideologi dan kepercayaan untuk sama. Konteks Profesor Yudian Wahyudi menyoal minoritas itu dibandingkan Islam mayoritas yang ada dalam naungan NU dan Muhamadiyah yang memang jauh lebih besar dari pada sekelompok yang mau menggantikan Pancasila.
Pertama, ini perilaku dan ulah orang beragama. Tidak agamanya. Faktanya beliau juga mengatakan bahwa NU dan Muhamadiyah tidak mempersoalkan Pancasila. Ideologi yang sudah final ini adalah azas berbangsa dan bernegara. Islam secara umum tidak bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia.
Kedua, pilihan sebagian orang atau ormas, bukan Islam atau agamanya. Musuhnya adalah kelompok atau orang yang memang memiliki pemahaman yang berbeda. Sepanjang sejarah demikian banyak model demikian. Ada DI/TII yang berulang kali juga melakukan pemberontakan.
Ketiga, penanganan yang gamang atas perilaku ini membuat mereka berani eksis. Lihat PKI dengan TAP MPR dilarang. Namun aksi model ultrakanan ini tidak pernah dengan jelas dan gamblang dilarang. Ingat pembubaran FPI demikian a lot, tanpa menyeret pentolannya dalam aksi pidana ataupun perdata. Akhirnya lahir dengan nama persis, kepanjangan berbeda.
Keempat, sikap ini, lemah dalam menghadapi mereka dimanfaatkan terus menerus untuk dapat mempengaruhi dengan memperoleh simpati public. Faktanya banyak yang terpengaruh tanpa paham apa yang sebenarnya mereka ikuti. Pun banyak elit negeri, termasuk ASN, Polri, dan TNI yang ikut terlibat di sana. Minimal simpatisan.
Apa yang seharusnya dilakukan?
Seluruh anak negeri jujur mengakui bahwa ada masalah. Keberadaan ormas dan keyakinan pihak-pihak tertentu ini merongrong Pancasila. Selama ini pemikiran seperti Profesor Yudian tidak ada back up yang cukup. Malah seolah ia sendirian menghadang kelompok ngaco ini.
Pancasila sudah final, namun tetap saja ada pihak-pihak yang belum puas. Sebenarnya tidak salah dengan ketidakpuasan itu, masalahnya adalah pemaksaan pada pihak lain untuk ikut keinginan mereka. Toh selama ini mereka tidak pernah jujur dan mau tahu, faktanya dalam pemilu, partai-partai yang berideologi agama juga minim suaranya.
Perilaku politikus basis agama juga tidak ada bedanya dengan yang tidak menggunakan agama sebagai azas. Maling juga ikut serta. Tidak pernah ada seruan moral dari mereka melihat kemiskinan, korupsi, ketidakdisiplinan, dan perebutan kekuasaan yang tidak etis. Harus diterima dengan lapang dada dan terbuka.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan