Puan, Partai saja Tidak Cukup Menjadikanmu Presiden

Gairah pilpres bagi beberapa politikus dan partai sudah perlu dimulai. Ada yang masih malu-malu, namun ada pula yang malu-maluin. Kapasitas, rekam jejak, dan kinerjanya saja masih nol besar namun merasa mampu dan layak hanya karena uang atau keturunan dan memiliki kendaraan, atau partai yang besar.

Salah satunya adalah Puan, yang menggelar baliho di mana-mana, padahal menjadi menteri juga tanpa prestasi. Ketua DPR juga masih sama saja, tanpa perubahan signifikan. Tanpa kehadirannya dewan bisa berjalan. Sama saja tidak ada dampaknya.

Puan demikian percaya diri karena kendaraannya, parpol, PDI-Perjuangan pemenang pemilu dalam dua gelaran. Padahal salah satu faktor menang dan itu adalah dominan keberadaan Jokowi. Megawati tidak cukup mampu mendongkrak suara pemilih sebesar itu.

Jika masih tidak percaya, tanya Om Prabowo sampai tiga kali ikut pilpres kalah melulu. Atau Om Harry Tanu, bukan semata parpol, uang, dan media siapa bisa menandingi, toh masuk parlemen saja tidak. Padahal sudah mendukung Jokowi.

Pak Dhe Wiranto juga punya partai tidak bisa menjadikannya presiden. Pun Mbah Amien Rais malah jadi pesakitan ketika partainya dikudeta besan dan anaknya sendiri, boro-boro jadi presiden.  ada pula Rhoma Irama. Artinya tidak mesti memiliki partai otomatis bisa mudah menjadi presiden.

Satu saja yang bisa, SBY. Toh itu beda kasus, di mana lawannya ibu Puan, Megawati, di mana politik identitas dimainkan, presiden, pemimpin itu laki-laki. SBY pun menang, dan kepemimpinannya pun tidak lebih baik dari yang tidak punya partai.

Puan cukup pede dengan desakan dan nina bobo dari loyalisnya di partai kepala banteng. Tetapi pemilih itu tidak mutlak milik partai dan Puan pribadi. Begitu banyak faktor yang menentukan.  Salah satu yang gede saat  ini yang publik lihat adalah prestasi, kinerja, dan komunikasi.

Apa yang Puan miliki di luar partai cenderung lemah. Komunikasi sangat buruk. Lihat pembagian kaos dengan wajah cemberut dan masam. Mau dipoles kayak apapun tetap gagal.  Main drama nanam padi, nukang, toh Wiranto dan Harry Tanu juga gagal total. Atau baliho, Cak Imin sudah berkali-kali main baliho juga tidak berdampak.

Prestasi, Puan tidak mampu membuktikan itu baik sebagai anak Mega, cucu Sukarno, ataupun menteri dan ketua DPR. Padahal tidak susah-susah. Gebrakan membuat aturan yang tidak datang sidang tiga kali pecat. Titip absen tiga kali ketahuan skorsing, sederhana tapi sangat besar manfaatnya. Atau inisiatif membuat UU yang pro rakyat. Lha malah menolak RUU Penyitaan Aset, itu adalah isu sangat seksi dan pasti rakyat suka cita mendukungnya menjadi presiden.

Kinerja, tidak usah berprestasi, namun kiinerjanya    bagus saja orang sudah senang. Lha ini, tidak tampak sama sekali keberadaan pimpinan DPR selama ini. Tiadanya Puan  dewan masih bisa bekerja.  Begitu banyak masalah bisa diatasi dengan keberadaannya sebagai ketua DPR. Tidak hanya ketok palu dan mimpin rapat, namun juga bagaimana menjawab isu, menyelesaikan masalah bangsa, dan tahu tidak sih negara ini begitu banyak persoalan, yang tidak diurusi?

Masih perlu banyak belajar dan memilih penasihat politik yang paham. Belajar pada mentor gede Megawati dan Jokowi saja masih belepotan, bagaimana kalau merangkak sendiri dari bawah pula.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply