Rangkulan Politik Jokowi dan Anies Baswedan

Akhir-akhir ini, Anies Baswedan bermesra-mesraan dengan kelompok Kekristenan. Ada yang klaim sepihak, seperti dukungan uskup Sejabdetabek, jelas tidak ada uskup kawasan itu. Disusul   ada dukungan dari pribadi dengan menggunakan hukum cinta kasih oleh orang Katolik.

Terbaru, bagaimana ia diangkat anak oleh pemuka adat di Papua dengan menambah nama Johanes segala. Hal yang bertolak belakang dengan apa yang ia dan kelompoknya lakukan demi memenangkan kontestasi pilkada 2017. Mereka menggunakan aayat dan bahkan maaf mayat untuk mengintimidasi pihak lain.

Penolakan penyalatkan alharhumah nenek-nenek pendukung Ahok bukti sahih. Ada banner besar-besar dipampang. Mereka abai ada hari depan, rekaman digital pula. Belum lagi suara agitasi dan propaganda itu. Apakah mereka lupa? Jelas tidak.

Jokowi itu merangkul rival politiknya usai memenangkan pertarungan. Prabowo dan menyusul Sandiaga Uno masuk kabinet usai mereka kalah dalam pilpres. Hal yang lumrah untuk konsolidasi. Dalam tataran elit demokrasi ala Indonesia, ya hanya elitnya yang bisa. Lihat saja model Fadli Zon masih sama saja, belum lagi penggembiranya.

Belum lagi jika bicara ideologi dan paham yang berbeda. Benalu dan bahkan racun demokrasi yang merusak  demokratisasi yang sedang dibangun. Mereka ini kecil namun suaranya gede dan tidak tahu malu, mau benar atau salah, cangap duluan.

Merangkul pihak yang dulu dimaki, dihina, dan dijadikan bahan untuk pansos hanya bisa dilakukan politikus minim prestasi. Standart ganda alias munafik, dan memalukan sebenarnya. Jika orang  bermutu akan konsisten dengan konstruksi berfikirnya.

Tidak kawan abadi dalam politik itu sangat biasa. Hanya saja tentu tidak semurahan itu, malah jatuhnya fasisme, menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan. Miris, mengaku agamis tapi malah abai akan esensi agama.

Munafik itu jelas memalukan bagi pribadi beragama, apalagi beriman. Pendukungnya yang selama ini menggunakan cara mencaci agama, kini diam, bahkan mendukung. Lagi-lagi laku munafik.

Miris banyak pihak yang terpedaya dan menilai ia adalah nasionalis, toleran, dan merangkul semua pihak. Menyalahkan lingkaran utamanya yang jahat, buruk, dan jelek. Padahal memang itu saja kemampuannya. Tidak ada yang lain selain menggunakan sentimen agama. Capaiannya nol besar di mana ia melakoni kerjanya.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply