Sekolah Gratis dan Salah Kaprah Pendidikan di Indonesia

Sekolah Gratis dan Salah Kaprah Pendidikan di Indonesia

Beberapa waktu terakhir membaca dua pemberitaan mengenai pendirian sekolah gratis yang diinisiasi Kementerian Tinggi, Sains, dan Teknologi dengan SMA Garuda yang akan berdiri untuk masyarakat   miskin. Kementerian yang masih wajar mendirikan sekolah, meskipun slip ketika ada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Eh terdengar lagi wacana Kementerian Sosial juga ikut-ikutan mendirikan Sekolah Gratis berasrama untuk masyarakat miskin.  Sekolah Rakyat ini bertujuan untuk memfasilitasi masyarakat agar bisa mendapatkan akses pendidikan murah.

Ada beberapa hal yang laik diulik,

Pertama, mengapa semua menggunakan terminologi miskin dan gratis. Pendidikan gratis sudah berlangsung sekian lama, dan tidak sepenuhnya demikian. Pungutan demi pungutan dengan berbagai istilah, bahkan dengan bahasa agamis. Artinya sekolah gratis itu sekadar jargon. Uang negara keluar tapi entah ke mana.

Gratis, makan siang gratis saja kacau, membayangkan sekolah berasrama, gratis pula, apa tidak lebih parah pengelolaannya. Pesimis, dan juga suudzon sekaligus. Fakta dan rekam jejaknya memberikan hal tersebut.

Kedua, jika pendidikan gratis sudah dijalani dengan  baik, seperti gagasannya, bua tapa sekolah baru lagi? Benahi saja masalah yang ada, selesai, tidak malah menambah masalah dan beban.

Ketiga, menggunakan terminologi miskin, lha rakyat bangsa ini sudah cukup mampu. Tidak banyak yang tidak seberuntung rakyat kebanyakan. Sedikit saja yang masih perlu dukungan pemerintah, kan sudah ada KIP dan sekolah gratis, cukup kog itu. Lagi-lagi tidak perlu menambah beban APBN yang konon mepet.

Keempat, tidak ada yang mempersoalkan kemampuan literasi membaca dan numerik bagi para peserta didik. Malah miskin dan gratis yang dijadikan tagline. Memperbaiki pengetahuan siswanya sama sekali tidak disebut.

Kelima, para elit ini paham tidak bagaimana di lapangan sekolah banyak yang tutup karena kekurangan murid. Berebut anak demi memperoleh BOS, nanti ujungnya akan menutup sekolah-sekolah yang ada.

Pemerintah harusnya hadir untuk membuat sekolah lama yang sudah membantu babat alas, ketika negara belum mampu menyediakan sekolah bermutu, para perintis ini hadir. Mendidik generasi dini bangsa ini, banyak yang  sudah tumbang. Makin nyungsep dengan tambahan dari dua Kementerian ini.

Keenam, memperbaiki keadaan, kemampuan siswa untuk memahami lebih baik jauh lebih penting dari pada membuat yang baru. Pendidikan di Indonesia itu tidak kurang apapun, satu saja kelemahannya, integritas pengelolanya.

Rebutan murid, sertifikasi, banyaknya administrasi, sehingga semua malah terabaikan. Focus pada murid sebagai slogan semata. Ujung-ujungnya adalah dirinya sendiri.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan