Rasanya Kalah Karena Keberpihakan

Rasanya Kalah Karena Keberpihakan

Menarik apa yang terjadi dalam semifinal AFC U 23 yang baru saja usai. Indonesia harus menelan kekalahan dari tim Uzbekistan.  Netizen dan media sosial menyoal mengenai kinerja wasit. Nah, ini yang menjadi kelucuan, ketika dikaitkan dengan politik yang baru lalu. Aneka lelucon dinyatakan tahu kan rasannya kalah karena kecurangan?, pendukung 02 yang memaki wasit, tahu kan kalian menang juga begitu… dan lainnya. Senada dengan itu, lucu-lucuan, bukan ngambeg.

Paket komplet, ada gol yang dibatalkan, kartu merah, dan juga penilaian subyektif netizen bahwa berat sebelah. Sama persis, identik dengan pilpres kemarin. Benar, bahwa semua upaya hukum tidak ada kecurangan itu, toh semua juga paham ada apa dan mengapa demikian.

Satu yang pasti adalah ranah rasa, tidak soal kalah atau menang, namun bagaimana kekalahan dan kemenangan  itu didapatkan. Proses, perjuangan, dan juga kerja keras. Nah, ketika itu semua tidak ada?  Paling tidak, lebih banyak hal yang tidak sebagaimana diharapkan.

Cawe-cawe, hukum dan aturan tiba-tiba diubah demi kepentingan sepihak, hal   yang jelas akan susah dibuktikan, ketika perangkat hukum sudah ada dalam satu barisan. Ini kan dugaan KPU berlaku tidak  fair sebagaimana wasit dan perangkat pertandingan yang  berpihak.

Apakah bisa diadili, dikuak benar tidak hal-hal tersebut?  Akan susah, sulit untuk bisa menemukan bukti penguat bahwa itu adalah kecurangan. Apalagi pasti akan terjadi pro dan kontra, karena adanya  pemenang yang akan menglaim bahwa mereka sudah bekerja keras, menang adalah hal dan konsekuensi logis upaya mereka.

Menang dan kalah itu wajar, namun ketika perangkat    pertandingan atau perangkat hukum yang mengatur tertib bersamanya ngaco dan malah sengaja berulah, ya sudah.  Sekali lagi ini tidak soal tidak siap kalah atau maunya menang, namun apakah menang dan kalahnya itu adil dan bisa dipertanggungjawabkan?

Jangan omong kalah ya akui atau tidak siap kalah jangan  ikut kompetisi, namun lihat bagaimana proses menuju kemenangan itu, apakah sudah sesuai dengan keadilan, atau hanya pura-pura atau sekadar adil seturut kepentingan sepihak?

Perlu kesadaran dan kejernihan budi, apalagi bagi si pemenang. Dewasa itu berani mengakui kekalahan, namun menang dengan ksatria itu  juga satu paket.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan