Surat Terbuka kepada PGI
Beberapa saat lalu, pimpinan PGI mengatakan mau bersurat kepada Presiden Jokowi, karena beberapa orang tidak lulus TWK. Hal yang tidak sepatutnya sebenarnya, apa kaitannya, apalagi desas-desus yang mengitari kisah itu baunya sangat jelas.
Menjadi sebentuk keprihatinan adalah beberapa hal, sebagai berikut,
Satu, ke mana PGI, ketiga pembangunan Gereja Yasmin menemui kesulitan. Ini bukan semata kesulitan, ini masuk dalam sebuah hambatan, bahkan karang penghalang. Seruan mereka sama sekali tidak terdengar.
Terbaru, soal hibah tanah, yang sangat tidak tepat dalam skala Pancasila dan toleransi. Sebagai sebuah upaya bolehlah, namun jika bisa demikian, aksi intoleran akan menguat karena mendapatkan pembenaran sejarah seperti ini.
Konteks kedua-duanya mereka diam. Mana suara kenabian sebagaimana dukungan pada Novel dkk.
Dua. Ke mana mereka ketika jemaat mereka sendiri dipenggal tanpa perlawanan. Sepakat ini terorism bukan bicara agama. Namun seruan moral, jangan takut kalian di dalam Tuhan, mau di dunia bukan akhir segalanya. Itu sangat membahagiakan keluarganya, apakah pernah terdengar? Sama sekali tidak.
Tiga, suara untuk empati dan simpati pengeboman gereja selalu tidak terdengar. Ini sama bukan bicara mengenai agamaku dan agamamu, namun bagaimana kemanusiaan yang sama itu dijaga. Contoh seruan untuk mengasihi, tidak pernah ada.
Tapi mana pernah suara mereka mengatakan apa-apa. Sekali lagi bukan mengurusi pihak lain, namun bersama-sama membangun peradaban bangsa yang lebih baik. Ajakan kemanusiaan yang sederajad.
Point utama mengapa lahir tulisan ini adalah, karena teriak kencang pada ranah yang terlalu jauh. Padahal ada hal-hal yang menyangkut secara prinsip malah diabaikan. Tidak ada salahnya menguatkan sisi kemanusiaan dan keadilan bersama.
Sama sekali tidak ada urgensinya menyuarakan persoalan TWK yang sangat politis, tendensius, dan lihat saja konsistensi dari yang bersangkutan. Tidak usah lama-lama, dalam sebulan saja bagaimana pernyataannya mementahkan apa yang pernah dikatakan.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan