Wakil Presiden Jokowi

Wakil Presiden Jokowi

Jokowi kan bisa menjaga kekuasaan dengan menjadi wapres sebagaimana model bupati atau kepala daerah lainnya. Cara ini jauh lebih logis, tidak menabrak hukum, dan perundangan yang berlaku. Ia bisa maju Bersama JK, atau siapapun yang mau, dan pasti  banyak kog yang bersemangat untuk itu. Ada juga Prabowo yang pasti tidak akan menolak, ada Mahfud MD, atau Gatot Nurmantyo, bisa juga Amien  Rais, yang tidak bisa itu SBY.

Nah, narasi  yang dibangun bahwa Jokowi mau tiga periode, perpanjangan masa jabatan, dan atau dinasti politik dengan memberikan jalan bagi Gibran menjadi calon wakil presiden bersama Prabowo, tidak akan bisa. Apanya yang salah ketika ia maju sebagai wakil presiden? Yang tidak boleh adalah menjadi presiden. Karena pembatasannya adalah menjadi presiden atau wakil presiden dua periode. Wakil presiden kan belum.

Pun sudah banyak terjadi di mana-mana, kepala daerah yang demikian, wonga da juga menteri kemudian menjadi wali kota, wakil gubernur, gubernur, dan seterusnya. Jika mau bicara politik etis, ya jangan hanya ketika menyangkut beda kepentingan dan keinginan. Lawan dikatakan tidak beretika, namun Ketika kawan itu baik-baik saja.

Permainan narasi dan negasi bagi Jokowi  kali ini sangat mengerikan sebenarnya bagi PDI-Perjuangan. Lihat demikian gencar kader PDI-Perjuangan dalam mencaci maki Jokowi. Sama persis dengan pilpres 2014 dan 2019, salawi, semua salah Jokowi. Hal yang sama kini juga terjadi. Ke mana mereka selama Jokowi di maki-maki selama ini? Atau mereka maunya juga memaki namun tidak ada momen, kini melampiaskan itu semua?

Miris, Ketika salah satu kader partai banteng mau mengimpeachment Jokowi. Aneh dan lucu, bagaimana mereka dulu menaikan, dan kini berteriak untuk menurunkan. Apakah ini juga beretika? Masinton sih cenderung duri dalam daging sejak awal pemerintahan Jokowi. Dia demikian berisik Bersama Fadli Zon, Fahri Hamzah, dan oposan lainnya.

Partai banteng harus belajar menjadi penguasa, jangan sampai oposan 10 tahun yang mereka lalui Bersama SBY membuat kader lupa bahwa mereka adalah penguasa. Kudunya malu, wong kader, teman, koleganya sendiri kog dihajar seolah itu rival. Ke mana etik itu?

Politik bermartabat, politik  yang santun harusnya lebih dikedepankan, dibangun, dan dijadikan momen bersama, bukan malah caci maki, dan hina menghina sesuka hati Ketika berbeda pandangan dan pilihan. Oposan bisa menjadi kolega, dan koalisi tiba-tiba menjadi oposisi, ini  model bernegara macam apa sih?

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan