Akhlak PNS di Dalam UU, PPG Guru, dan Kepercayaan
Akhlak PNS di Dalam UU, PPG Guru, dan Kepercayaan
Kisah seorang teman yang sampai terkencing-kencing di balik pembalut dewasa yang ia kenakan, karena ikut ujian PPG. Ceritanya ujian itu sangat ketat, menggunakan kamera, tidak ada ruang di balik badan yang tidak tersorot kamera.
Bayangkan sekian jam, karena tegang dan panik, biasa terjadi orang terkencing-kencing. Nah, mau ke belakang atau pipis jelas “dilarang”, ada potensi berbuat kecurangan. Aneh .
Mengapa tidak percaya teristimewa pada guru?
Pertama, rekam jejak penyelenggara negara memang tidak bisa dipercaya. Alasannya? Bisa dicek sendiri seperti apa pernyataan dan perilaku penyelenggara negara. Hukum saja kacau balau, belum lagi jika bicara penegakkannya.
Kedua, perilaku curang, suap, tidak jujur, tidak disiplin juga ada di dalam dunia pendidikan. Lihat saja masuk sekolah favorit dengan uang, masuk dunia kerja juga uang yang berbicara. Semua itu bicara mengenai akhlak guru. Tentu saja tidak sendirian, namun lingkaran setan tentunya.
Ketiga, posisi guru yang seharusnya mulia, sentral, dan penting itu di negara ini tidak demikian. Malah cenderung menjadi bahan tertawaan dan tidak mempunyai harkat karena pengalaman masa lalu. Posisi ini rentan menjadi bahan candaan, dan ketidakpercayaan.
Keempat, sikap guru yang cenderung manut dan tidak memiliki keberanian membantah pada aturan yang tidak manusiawi, membuat makin kacau balau. Serba tidak jelas dan malah membuat keadaan tidak lebih baik.
Menuntut akhlak tinggi, ya kudu percaya. Padahal di zaman modern ini, begitu banyak cara dan perangkat untuk bisa mendeteksi perilaku curang. Mosok masih menggunakan cara kuno dan katrok. Malah cenderung menyiksa seperti itu.
Kepercayaan menjadi kata kunci. Orang yang dipercaya cenderung akan juga bersikap ksatria. Ketidakjujuran itu pasti hasil proses panjang. Pun kejujuran juga perlu perjuangan untuk diajarkan. Tidak melulu dengan segala aturan dan alat yang njimet. Sederhana, lakukan dengan kepercayaan.
Falsafah Jawa sangat jelas, dipangku mati, orang yang diberi kepercayaan, bukan kecurigaan akan memberikan sepenuhnya, bahkan lebih dari apa yang bisa dilakukan.
Miris sebenarnya, jika membaca UU dengan bahasa yang demikian besar, agung, dan religius, namun di balik itu semua, maaf omong kosong belaka. Negeri ini krisis kepercayaan, namun ditutupi dengan jargon religius. Miris.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan