Impeachment dan Boikot Kabinet

Impeachment dan Boikot Kabinet

Hari-hari ini berita dan pembicaraan mengenai Jokowi ada dua arus besar yang keduanya lucu dan maaf bodoh. Satu pihak mengatakan akan memakzulkan presiden dengan dalih melanggar UU. Dua, ada yang menarasikan akan ada lima menteri mundur, sehingga legitimasi presiden menjadi lemah, mirip kisah Soeharto jatuh.

Layak diulik satu-satu, apakah logis dan bisa terjadi demikian. Pertama mengenai pemakzulan. Ini adalah ranah partai politik melalui DPR RI. Taruh kata PDI-Perjuangan yang merasa Jokowi meninggalkan mereka. Tidak cukup kuat, karena pasti Gerindra dan Golkar akan pasang badan. Partai banteng hanya dengan PPP yang memiliki perwakilan di parlemen. Yakin mereka mampu menggalang dukungan lain?

Waktu yang diperlukan sangat pasti lebih dari Oktober mendatang, anggota dewan sudah berbeda. Apalagi anggota dewan yang sekarang ini asyik sendiri mengenai bisa masuk Senayan lagi atau tidak. Mana sempat mereka berpikir besar dan jauh seperti ini.

Dua, mengenai boikot, hal yang aneh dan lucu, ketika pernyataan itu keluar dari  mulut ekonom yang menyebutkan data saja salah, nyagub kalah, dan sering berteriak-teriak tanpa gaung sama sekali. Berbeda ketika yang  berbicara itu orang yang sangat berpengaruh, terpercaya, dan sering mengatakan hal-hal yang benar-benar terjadi. Faktanya selama ini banyak yang meleset. Mengenai hilirisasi saja keliru kog, apalagi prediksi.

Kondisi 98 dan saat ini jauh berbeda. Ingat Soeharto itu sudah pada masa akhir ketokohannya. Kepuasan publik atas Jokowi masih sangat tinggi. Kabinetnya juga pasti nyaman-nyaman saja, apalagi yang disebutkan cenderung orang professional. Berbeda dengan kabinetnya Pak Harto waktu itu.

Jika benar mereka mundur, pasti dengan mudah akan memperoleh penggantinya. Pasti tidak akan ada yang mumpuni seperti Bu Sri Mulyani, Bu Retno, dan Pak Hadimulyo, minimalis malum,  hanya hitungan bulan tidak akan jadi masalah. Hal yang tidak akan mengganggu kinerja kabinet. Wong sekarang saja juga banyak yang cuti biasa saja.

Kedua kondisi ini hanya sebuah move politik yang tidak ada nilai mendasarnya, selain hiruk pikuk politik yang tidak penting, selain menaguk sensasi dan popularitas pihak-pihak yang mengembuskannya.

Realisasinya jauh dari apa yang digambarkan. Asumsi yang terlalu premature, malah cenderung othak athik gathuk, kurang makna selain sebentuk caper dan emosi semata.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan