Stiker Antinarkoba dan Gagasan Ngaco Polri
Stiker Antinarkoba dan Gagasan Ngaco Polri
Mau bilang goblok nanti viral dan berurusan panjang, tapi kog ya maaf oon pulak. Bagaimana tidak, polisi berencana masang stiker anti narkoba di kafe-kafe, padahal di dalam pemberitaan ada polisi yang mengendalikan peredaran dan perdangan narkoba antarpulau.
Ide membuat stiker itu tidak salah, namun perlu dicermati beberapa hal berikut;
Pertama, sangat mungkin bahwa stiker ini diperjualbelikan. Toh rekam jejak selama ini, stiker itu sarana mengumpulkan dana dalam berbagai lapisan masyarakat. Sangat mungkin malah jadi ajang upeti dan mark up. Nilainya mungkin kecil, namun jika jutaan lembar jadi gede juga.
Kedua, mau menyelesaikan masalah tanpa menyasar yang esensial. Lihat saja, bagaimana tempelan merokok membunuhmu, tidak memberikan dampak. Ada pula tulisan Kawasan berintegritas toh pungi marak, artinya seolah omong kosong, dengan tulisan, slogan itu.
Jauh lebih efektif ya bersih-bersih ke dalam dulu. Misalnya, test urin, test darah, apalagi test rambut. Hukum pidana dan pecat bukan sekadar basa-basi. Toh apa yang terjadi dengan Jenderal Teddy Minahasa masyarakat juga pada paham.
Ketiga, penegakan hukum dengan tegas. Sering malah mendapatkan keringanan hukuman, hukuman mati sudah tidak lagi terdengar gaungnya. Padahal daya rusaknya sudah sangat massif. Memangnya yang rusak bisa disetikeri dahinya dan sehat lagi?
Keempat, taat azas, bahwa narkoba itu kejahatan luar biasa, penangannya ya luar biasa, bukan biasa-biasa saja. Hukuman maksimal bagi pelaku, terutama jika itu penegak hukum. Selama ini malah diringankan karena mampu membayar ke mana-mana.
Perilaku demikian tidak akan membuat keadaan lebih baik. Yang ada malah mereka tidak pernah takut, wong bisa membayar dan masih bisa mengendalikan dari balik jeruji besi.
Pelaku yang berulang, jangan beri ampun. Daya rusaknya makin menggila, malah mengulang dan tidak kena jera. Hukumannya dimaksimalkan sekalian. Jangan malah jadi ATM.
Kelima. Omong kosong HAM, wong mereka juga merampas HAM anak-anak baik-baik demi uang. Tanpa paradigma demikian tidak akan pernah ada efek jera. Jangan sok moralis dan pembela HAM, namun abai HAM korban dan keluarganya.
Keenam, berani tidak polisi yang berkaitan dengan narkoba melaporkan kekayaannya dengan gamblang dan terus terang? Jangan sampai malah mereka bermain dalam perdagangan perusak ini. Lepaskan paradigma praduga tak bersalah, namun di balik menjadi praduga bersalah, karena sangat mungkin mereka malah duri dalam daging.
Pun dengan penegak hukum yang lainnya. Jangan-jangan ada aliran uang dari sindikasi model narkoba ini.
Kapan ada perbaikan jika tidak ada niatan baik. Jangan hanya jalan di tempat.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan