9 Alasan AHY Benar, Jokowi Tukang Gunting Pita
Mau jadi presiden tapi pola pikirnya sekelas RT saja belum ada. Keknya hanya jadi kepala keluarga saja levelnya. Pemikiran seklas mayor kog begitu-begitu saja. Pantas Prabowo mengatakan, sekelas mayor ya begitu saja pikirannya.
Ketua umum yang diberikan pepo bukan memperlihatkan mutunya sebagai pemimpin. Malah sebaliknya memperlihatkan AHY tidak bisa apa-apa. publik juga paham bagaimana Demokrat itu memilih ketua. Belum lagi jika bicara keluarga yang memegang kunci partai. Aneh dan lucu dengan namanya yang dikhianati sendiri.
Beberapa hal menarik yang bisa dilihat di balik pernyataan AHY yang menilai Jokowi hanya tukang gunting pita. Apakah benar demikian?
Pertama Jokowi berani tidak tenar. Ini menjadi kunci di mana Jokowi berani tidak populer yang penting pembangunan jalan. Lihat saja bagaimana ia setiap hari dihujat, termasuk elit Demokrat. Ini karena keberaniannya mengeksekusi apa yang sudah pernah diwacanakan oleh pemerintah sebelumnya.
Paling banyak jelas program mangkrak dan setapak jalan ala SBY. Hanya Hambalang yang dibiarkan tetap demikian. toh Partai Yudoyono ini pernah meminta Jokowi melanjutkan. Dicuekin saja ngapain gunting pita di rumah hantu seperti itu.
Kedua, berkebalikan, SBY maunya menyenangkan semua pihak. Tagline satu lawan lebih, seribu kawan kurang ini. Jelas mempertontonkan bahwa ia mau menyenangkan banyak pihak. Apa yang terjadi, tidak berani konfrontasi dan akhirnya pokoknya semua senang.
Membangun, memimpin, dan juga mengatur pasti ada yang tidak suka, karena pasti beririsan dengan kepentingan. Terang benderang bahwa model SBY begini pasti tidak akan berani bersikap tegas pada pihak yang menolak atau tidak setuju, membiarkan, akhirnya mangkrak.
Ketiga, Jokowi demi pembangunan berani mengurangi subsidi. Ini pilihan yang berkaitan dengan poin pertama. Demi pembangunan ia rela tidak populer dan mengalihkan dana subsidi pada pembangunan. Keberanian yang harus dibayar mahal. Pendukungnya menyesal dan memaki-maki, kecewa telah mendukung.
Keempat, SBY maunya populer, malah menambah subsidi terus. Lihat saja di masa pemerintahannya apa yang ia lakukan. Begitu mudah memberikan subsidi dan BLT berkali-kali tanpa alasan mendasar.
Kelima, SBY hanya menyiapkan suksesi untuk AHY, struktur organisasi saja hanya anak-anak dan dirinya, mosok mau memberikan panggung untuk Jokowi. Jika pernyataan AHY itu dibalik, mosok rela Jokowi dapat nama kalau mereka, SBY yang bekerja? Yakin bisa dan mau? He…he… wong egoistik begitu kog berbagi. Lihat tuh personal di kepengurusan partai, ada orang luar?
Keenam, Jokowi bisa memotong pita karena kerja cerdas, keras, dan berani. Hal yang SBY tidak berani wujudkan, karena memang tidak memiliki kemampuan dan keberanian. Bagaimana itu adalah sebuah pilihan pemimpin.
Ketujuh, SBY peragu dan bahkan penakut. Kekurangan uang, selain korupsi juga alokasi dananya cupet. Lihat FPI, Blok Mahakam, kini nikel semua diambil Jokowi. Anggaran menjadi longgar, karena tidak mengalir ke luar. Selain juga maling tidak segede zaman SBY. Hayo ngaku gak?
Kedelapan, AHY hanya fokus pada keburukan Jokowi, dengan menaikan prestasi SBY yang seuprit, ini membuat namanya makin nyungsep, susah naik, wong faktanya, rakyat masih sangat segar, terang benderang dalam ingatan apa yang SBY dan Jokowi lakukan. Pelajaran untuk mayor yang mau memimpin jenderal.
Kesembilan. Mau sukses itu jangan merendahkan pihak lain. dakilah gunung, eh ternyata turun gunungnya SBY mau mengatakan, Demokrat makin terpuruk dari hari ke hari? SBY keknya meramalkan keberadaan partai yang ia kuasai ini tidak akan bicara banyak di depan sana.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan