FEATURED

Perusakan Makam dan Permadani Indah

Perusakan Makam dan Permadani Indah

Lagi dan lagi perusakan makam terjadi di Jogyakarta. Setelah sekian lama terjadi lagi di daerah Istimewa ini. Aksi intoleransi masih cukup kerap di bawah pemerintahan “Kerajaan Ngayogjakarto” ini. Miris sebenarnya, negara sudah semaju ini, masih bicara aksi serendah dan sebodoh itu.

Jika bicara daerah tetangganya, Jawa Barat, sudah tidak lagi kaget dan heran. Rekam jejak sejarah sudah memberikan  bukti dan kisah panjangnya. Masih bisa dimaklumi, meskipun heran juga, lha negara jiran bicara ke bulan, mars, atau teknologi, di sini masih berkutat mengenai agama, pemaksaan kehendak. Memalukan.

Penyelesaian yang masih berkutat pada kemunafikan. Pokoknya selesai, tidak ada aksi lanjutan, damai, salah paham, dan meterai cemban. Khas penyelesaian masalah dengan menimbunnya. Sama saja dengan menyimpan sampah di bawah permadani indah. Seolah-olah ada keindahan di lantai itu. Padahal ketika mau jujur     dan sedikit saja disingkap penuh dengan sampah. Bisa jadi ada belatung yang bisa menjadi mesin pembunuh bagi yang lain.

Selalu saja diselesaikan dengan diam, damai, dan menggunakan terminologi pengampunan, harmoni, kekeluargaan, namun tidak mengubah pola piker picik, sectarian, dogmatic sempit, yang berujung pada pemaksaan kehendak. Mayoritas menindas minoritas. Padahal belum tentu pemikiran yang didukung banyak orang atau pihak itu benar secara hakiki.

Mencari Kebenaran

Tidak ada kebenaran mutlak di dunia ini. Titik temu dan titik Tengah itulah harmoni, namun jangan sampai bahwa harmoni itu dibangun dengan kebenaran sepihak, semu, dan tidak semestinya. Sama saja dengan berdiri gagah di atas sampah tertutup permadani indah. Selama ini hal tersebut yang terjadi di negeri ini.

Negara tidak pernah hadir karena ketakutan pada pihak mayoritas. Pun mereka juga sama dalam agama atau ideologi. Padahal seharusnya parameternya adalah Pancasila. Agama, ibadah, dan ekspresi keagamaan dijamin Undang-Undang Dasar  bahkan, bukan semata UU atau aturan di bawahnya. Selam aini sepanjang pelaku mayoritas pasal-pasal bisa selentur itu, lain jika pelakunya sebaliknya.

Pancasila sudah dilecehkan, dipunggungi, bahkan diinjak-injak atas nama agama, padahal bapa bangsa sudah memilih Pancasila menjembatani  agama-agama yang ada. Tidak berarti agama itu dikalahkan Pancasila, tidak. Namun bagaimana Pancasila menyatukan perbedaan yang ada dalam tiap agama.

Hal ini yang harusnya dijadikan pedoman berbangsa yang Bhineka Tunggal Ika itu. Sayang, bahwa    banyak yang mabok agama, berpikir bahwa agamanya pasti paling benar. Padahal pihak lain juga mengandung kebenaran.

Sepanjang tidak ada penyelesaian yang memadai, jujur, terbuka, dan penuh tanggung jawab, jangan harap bisa selesai persoalan sepele ini. Selalu saja membuang sampah di bawah permadani dengan dalih salah paham, pengampunan, dan harmoni. Omong kosong.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *