Ahok Makin Dewasa
Selesai dengan hukuman fisik dan kurungan penjara membuat Ahok makin dewasa dan bijaksana. Membela kebenaran bagi pemain politik tidak cukup hanya taat konstitusi. Suka atau tidak, bangsa ini belum sepenuhnya taat azas dan mau tahu mana benar secara hukum atau tidak. Model pokok e dan benar itu ketika lebih banyak pengikut dan penganut.
Kala menjadi gubernur, memang banyak orang yang suka dan banyak berharap karena keberanian, pendekatan berrelasi politik dengan berbeda, serta sikapnya yang mengedepankan emosional politik bukan politik yang rasional. Politik bukan soal benar salah, ketika etika politik tidak atau belum berjalan. Ahok melampaui zamannya.
Cerdiklah seperti ular, tetapi jangan lupa tuluslah seperti merpati. Ahok lupa, begitu banyak orang yang terganggu kepentingannya, dan mereka ini mengintai di pojokan untuk menjadikannya target dan sasaran untuk disingkirkan. Ini tidak soal China atau Kristen, namun soal kinerja dan kepentingannya yang terusik. Nasi telah menjadi bubur. Semua sudah terjadi dan tidak bisa diullang kembali.
Usai keluar dari tahanan, Ahok tidak mau berpolemik, berkomentar, dan menanggapi pancingan pengulik warta untuk menjawab atau menanggapi soal Jakarta. Ia tahu dengan baik, bahwa itu bisa menjadi masalah dan bola panas yang tidak enak. Diam dan tidak ikut campur, toh bidang kerjanya juga tidak kalah menghabiskan energinya.
Banjir sudah berkali ulang, datang lagi dan lagi, ia tetap diam dan tidak memberikan reaksi yang bisa menjadi masalah. Pilihan yang sangat bijak, berbeda dengan model oposan lain yang selalu merasa lebih pinter, lebih jago, dan merasa paling hebat.
Kini, ketika sudah tidak tahan lagi mungkin, ia bersikap dengan lantang, lugas, dan tidak bertele-tele, masih sama. Namun memilah dan memilihnya jelas membedakan dengan para mantan yang lain. Sikap yang memberikan pembelajaran. Berbeda itu bukan permusuhan dan malah perlawanan.