AHY Belajarlah Politik Cantik dari Yenny dan Gibran

AHY Belajarlah Politik Cantik dari Yenny dan Gibran

Pagi-pagi membaca berita politik yang asyik ala Yenny Wahid dengan Gibran. Diberitakan, Gibran membalas sebuah cuitan putri Gus Dur yang membahas penolakan elit Demokrat atas wacana pasangan Anies Baswedan. Yenny merasa ditolak, padahal tidak mengajukan diri, ditutup kalua bos kalian butuh bantuan, aku emoh. Walikota Solo membalas dengan mak jleb.

Lanjut dengan WA nan. Mereka berdua ini muda, nasionalis, pluralis, dan penuh penglaman yang terlihat dari respon dan sikap-sikap mereka.

Nah, elit Demokrat, terutama AHY ini kudu belajar dari mereka, mengapa?

Pertama, AHY dan juga Gibran, Yenny ini anak-anak muda, jauh lebih muda dari kelasnya Prabowo, Mega, Wiranto, Agung Laksono, bahkan Jokowi, dan Ganjar atau Anies sekalipun.   Lompatan kepemimpinan nasional, asal mau dan berani belajar dan bebenah. Ingat, model tua itu masih demikian kuat di alam negeri ini.

Kedua. Persaingan dalam politik, perbedaan pandangan atau pilihan politik itu bukan sebuah pemisahan. Lihat komentar dan cara membalasnya sangat elegan, ringan, dan menjadi bahan candaan, bukan malah sensi, kemarahan, dan gontok-gontokan.

Ketiga, politik negeri ini sering gaduh, mudah tersinggung, tidak jarang malah senggok bacok, sudah seharusnya ditinggalkan, ganti, dan ubah kea rah yang lebih cair, candaan, dan ringan. Apa yang Yenny dan Gibran lakukan itulah darah muda, modern, dan bukan aki-aki, nini-nini yang mudah panas dan kesinggungan barang sepele.

Keempat. Lugas. Lihat gaya berpolitik AHY selama ini yang hanya bisa dan focus menghajar Jokowi, membesar-besarkan utang, menegasikan capaian pemerintah terus, padahal bisa juga berpolitik dengan candaan. Menanggapi masalah dengan cara yang elegan, bukan semata-mata mencari-cari masalah.

Masalah sudah banyak, perlu menemukan solusi, politik kebersamaan, bukan malah menciptakan  musuh. Ingat tagline SBY, si pepo yang sering mengatakan, satu musuh terlalu banyak dan 1000 kawan masih kurang. Kog malah tidak dilakukan.

Kelima, AHY perlu menertibkan cara berkomunikasi elitnya. Bagaimana mau membangun Ketika yang ada malah memisah-misahkan. Menciptakan permusuhan, perlawanan, penolakan. Padahal jelas maunya untuk bersatu, apa lupa dengan nama koalisinya sendiri?

Yenny dan Gibran memperlihatkan kematangan berkomunikasi politik tingkat tinggi. Mentor  dua presiden yang sukses, di hadapan satu anak presiden yang maaf masih terlalu childish. Perjuangan, proses, dan kerja keras itu pembeda bagi AHY dengan Gibran dan Yenny.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan