AHY: Enembe 4 Tahun Sakit dan Kesulitan Bicara
Pernyataan AHY ini sangat menarik. Beberapa hal yang layak dicermati sebagai sebuah pernyataan oleh ketua umum partai dan sekaligus ngebet nyapres. Apa urgensinya? Ini masalah keberpihakan pada Enembe pelaku tersangka korupsi. Padahal sudah selayaknya ia memerintahkan, sebagai ketua umum meminta kadernya ikuti proses hukum.
Tata negara dan perundangan
Enembe selaku gubernur, pimpinan daerah, empat tahun sakit, keculitan bicara, dan pastinya tidak bisa memimpin. Kan ada UU dan pasal yang mengatur jika sakit dan berhalangan harus diganti. Mosok empat tahun diam saja. Hal yang kelihatan kekerdilan berpikir AHY sebagai seorang pemimpin besar, skala nasional lho.
Model sakit ini kan polanya Demokrat banget, ingat Nazar dengan batuk-batuknya, Roy Suryo dengan kursi roda dan penyangga leher, namun bisa ngakak keras-keras. Eh malah AHY, sebagai pemimpin muda ikut generasi tua di partainya itu.
Sikap pada kader
Ada dua. Membela mati-matian atas dasar asumsi dan kedekatan relasional, bukan soal hukum. Kan sebenarnya bisa saja, dengan mengatakan silakan ikuti proses hukum, kami tidak akan meninggalkan kader atau keluarga yang sedang berkasus. Kalau ini akan sangat keren malah.
Kadernya banyak yang hanya ABS. Data dan fakta yang ditanggapi AHY banyak keliru. Sangat memilukan, jika pemimpin lakunya seperti ini. Bagaimana mau maju kalau sikap demikian terus menerus yang menjadi cara bersikap sebagai seorang ketua umum partai dan getol mau nyapres.
Korupsi
Maling. Ini apa bedanya sih dengan maling yang lain? Maling kelas rendah biasanya untuk makan dan bertahan hidup. Kalau masuk milyar ya tamak dan rakus. Mereka ini layak dihukum berat. Nada yang AHY nyatakan itu membela, bukan malah membenahi maling biar berhenti.
Bagaimana jika ia menjadi presiden atau wakil presiden jika pada maling saja karena kadernya ia membela seperti ini. Mosok 80% masa kerjanya sakit dipertahankan, hanya karena KPK menjadikannya tersangka.
Menjawab isu dan fakta
AHY kelihatan gamang, tidak tahu dengan baik, benar, dan holistik peristiwa. Mengapa terjadi? Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Kemampuan memetakan masalah yang memanag rendah, sehingga gagal mengadakan simpulan yang tepat.
Kehilangan fokus karena hanya mengulik Jokowi saja. Mereka keteteran dalam menyiapkan partai dan dirinya untuk bisa jadi besar. Konsentrasi pada pihak lain. Bisa jadi malah jadi penonton lagi seperti pemilu-pemilu lampau.
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan