Jokowi Pecundangi SBY Kembali, Lagi dan Lagi 

Media sosial sedang riuh rendah membahas Gibran bertemu Rocky Gerung. Padahal pria yang sering dipanggil prof ini sering menyatakan pendapatnya tentang pemerintah, terutama Jokowi pribadi dengan ungkapan dan kata-kata kasar, sangat tidak pantas. Namanya juga politik.

Tidak ada yang abadi dalam politik, apalagi bukan politikus yang berkompetisi. Rocky Gerung hanya orang yang ada di dalam panggung politik namun tidak bermain di sana. Mau mengatakan sebagai tim sorak juga tidak. Ia ikut mengais rezeki dengan   caranya.

Jokowi memang piawai dalam memainkan politik. Rival utama itu ya Prabowo. Lihat saja betapa sengit persaingan mereka dua kali dalam pilpres. Toh kini jadi pembantunya, menjadi menteri dalam kabinet.

Kembali pada judul, mengapa Jokowi pecundangi SBY?

Ingatan sebagian publik tentu masih segar, bagaimana  SBY pernah mengadakan tour de Jawa, dengan gagah perkasa mengatakan, kalau masyarakat masih menghendakinya, dan Demokrat kembali berkuasa. Di setiap kota yang disiggahi pasti mengadakan jumpa pers dan mengritik pemerintah. Seolah-olah kepemimpinannyalah yang terbaik dan paling benar.

Semua bubar dan rombongan SBY balik kanan, kala Jokowi mengunjungi Hambalang. Begitu saja, tanpa banyak komentar dan bicara banyak. Hadir di tempat yang menjadi tonggak kegagalan pemerintahan SBY, mangkrak.  Korup dan kegagalan  manajemen proyek yang dipertontonkan oleh Jokowi.

SBY KO  karena rahangnya kena pukulan sangat telak. Terkapar. Lama tidak bangun dan diam, cukup sepi dari aksi oposan ala Demokrat.

Kini, usai mengusik pemilu potensial ada kecurangan, soal poting pita pembangunan infrastruktur, eh mentor politiknya, Rocky Gerung, bertemu Gibran.  Beberapa hal yang layak dicermati;

Pertama, orang inti Demokrat sudah masuk angin dan bisa  jadi mentor rival utama. Ini sepert perpindahan pemai Barca ke Real Madrid atau sebaliknya. Persaingan sangat sengit, jika terjadi itu luar biasa.

Kedua, mengapa Gibran. Walikota termuda dan progresnya  sebagai pemimpin  daerah juga bagus. Berbeda dengan AHY yang sama sekali tidak memperlihatkan apa-apa, selain ambisi, mimpi, dan cenderung halu.

Ketiga, level SBY yang jauh lebih senior, ternyata begitu mudah terbaca langkahnya dan terpatahkan. Tanpa daya dan perlawanan.

Menjelang pilkada DKI, SBY juga konferensi pers memaksa Jokowi tegas memenjarakan Ahok, mengatakan demo itu sampai lebaran kuda juga tetap akan terjadi. Jawaban telak Jokowi datang     ke Prabowo sebagai oposan utama dalam pemerintahannya dan naik kuda bareng. Cukup lama SBY diam dan tidak cengeng lagi.

Pemimpin itu soal visi dan keberanian menjadikanya, mewujudkan visi dalam misi yang konkret. Bagaimana Jokowi berani mengampil keputusan yang sering tidak populer. Di sanalah poin pembeda dengan SBY yang peragu bahkan penakut itu. Gede omong     dan hanya banyak retorika dan sekadar klaim namun tidak ada bukti.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan

Leave a Reply