Pramono-Rano Karno, PDI-Perjuangan, Pragmatisme, dan Ideologi Politik

Pramono-Rano Karno, PDI-Perjuangan, Pragmatisme, dan Ideologi Politik

Pilkada ini menjadi ajang kelanjutan rivalitas pilpres lampau. PDI-Perjuangan berada pada poros yang berbeda, berhadapan dengan KIM-Plus. Menarik karena ada tiga kubu pilpres yang sudah melebur dan tinggal Partai Banteng sendirian dikeroyok oleh pendukung Prabowo di pemilihan presiden lalu.

Hal yang layak dicermati dan diulik lebih jauh adalah, bagaimana PDI-Perjuangan bisa menggeliat dan berani bersaing di tengah kepungan multipartai yang cukup aneh akhir-akhir ini. Karakter dasarnya sih sama. Lihat saja Golkar apalagi PAN dalam gelaran pilpres 201 lalu, parah PAN hanya ikut ngombyongi setahun dengan jatah satu menteri. Apalagi sekarang ikut menang dengan Prabowo, jelas seperti apa perilakunya.

Anies dan Ahok adalah tokoh paling populer dan tenar dalam survey-survey, termasuk Kompas yang menyatakan hasil survey mereka. Dua mantan Gubernur DKI itu masuk jajaran elit di nomor 1 dan 2. Pernah  ada isu mau menduetkan Anies-Ahok, yang ternyata terganjal aturan bahwa gubernur tidak boleh menjadi calon wakil gubernur. Keduanya tidak bisa menjadi calon wakil gubernur. Batal.

H-1, beredar isu Anies-Rano Karno. Photo-photo merah Anies beredar luas. Seolah memaksa PDI-Perjuangan untuk mengusung calon ini.   Peluang terbuka usai MK menyatakan angka suara partai turun. Harapan partai dan  pribadi Anies pun terbit kembali.

Ternyata tidak demikian dengan Megawati. Pilihannya pada kadernya sendiri, dua-duanya bahkan. Nekad.

Ada yang bertanya-tanya mengapa tidak Ahok? Jelas akan dilibas dengan sangat gampang. Rivalnya sama dengan 2017 lalu, malah ditambah dengan kekuatan Jokowi dan bagian relawannya. Narasi penista agama, kafir, dan sejenisnya akan tetap kencang. Terlalu naif jika menyatakan Ahok adalah tokoh paling mumpuni melawan Ridwan Kamil usungan KIM-Plus.

Mengapa tidak Anies? Lha mau dibabat dengan leluasa pihak seberang. Bagaimana ideologi, rivalitas, dan juga narasi yang berkembang selama Gubernur DKI dijabat Anies, PDI-Perjuangan dengan sangat lugas meneriakkan suara mereka. Sampai berujung gagal interpelasi karena makan malam yang sangat mudah ditemukan di media.

Hal demikian tentu saja dilihat, dicermati Megawati dan tim politiknya. Kali ini pilihan cerdas, bukan soal menang, hanya mengenai harkat politik. Tentu saja susah untuk menyerang Pram-Rano Karno, dibandingkan Ahok atau Anies.

Salah satu partai yang masih memegang ideologi, tidak serta merta menang ya suka atau tidak tinggal PDI-Perjuangan. Kalah menang, kuasa tidak itu wajar dalam berpolitik. Permainan ini yang membuat Golkar keder juga di Banten.

KIM-Plus itu rentan karena dibangun oleh kepentingan sesaat. Wajar dalam berpolitik, tapi apa akan loyal dan tahan banting?

Laik ditunggu permainan-permainan lanjutannya. Pramono-Rano Karno belum tentu kalah, kans tetap ada.

Salam Penuh Kasih

Susy Haryawan