Bahlil: Acara DPR Perlu Diawali Pembacaan Ayat Kitab Suci, Biar Bertobat
Bahlil: Acara DPR Perlu Diawali Pembacaan Ayat, Kitab Suci Biar Bertobat
Gagasan Ketua Umum Golkar dan juga Menteri Kabinet sekarang ini, tidak cukup mengagetkan, namun naif. Beberapa hal yang laik diulik adalah:
Pertama, Pembacaan Ayat Suci apakah benar membawa pertobatan? Karena sumpah jabatan di bawah Kitab Suci agama masing-masing saja masih dilanggar. Ingat, semua pejabat negara disumpah-janji dengan Kitab Suci, apa yang terjadi, publik juga paham bukan? Korupsi, integritas yang rendah, dan suap menjadi-jadi. Mereka tidak ingat sumpah-janjinya.
Kedua, acara DPR itu acara negara, azasnya Pancasila. Berarti ada enam agama yang diakui. Jika demikian, mau membaca yang mana? Semua Kitab Suci dibacakan? Inefisien. Bagaimana selama ini leletnya DPR dalam bersidang dan menghasilkan produk bermutu, masih ditambah hal yang di luar kepentingannya.
Ketiga, salam berkasta saja sudah ribet, ini mau ditambah ribet lagi. Negara modern itu efektif dan efisien, eh di negeri ini malah ditambahin hal yang ruwet terus. Padahal tidak esensial dalam menyelesaikan masalah berbangsa ini.
Keempat, selaku ketua umum partai besar, wajar ketika ia mendorong menyelesaikan perangkat hukum untuk penyitaan asset koruptor. Itu jauh lebih realistis, faktual, dan menyelesaikan masalah. Atau mendorong untuk penindakan koruptor yang lebih tegas dan penegakkan hukum yang lebih adil.
Toh selama ini tidak terjadi. Malah melebar pada hal yang tidak fundamental.
Kelima, sebagai pimpinan partai besar, mendorong anak buahnya di parlemen untuk taat datang sidang. Faktanya selama ini mangkir lebih gede dari pada yang datang. Apakah jaminan dengan awalan bacaan Ayat-ayat Suci jadi lebih baik. Ini sikap mental.
Keenam, jauh lebih mendesak itu perbaikan mental, bagaimana integritas berbangsa, sebagai pejabat dalam konteks ini anggota dewan, lebih mengutamakan konstituen, bukan pribadi atau kelompok. Lihat video yang menampilkan anggota dewan lagi main catur. Mana integritasnya? Apa dengan bacaan Kitab Suci itu autorajin dan waras?
Malah tampaknya menyelesaikan masalah dengan cara yang tidak tepat. Lihat saja lembaga-lembaga yang berkutat dengan Kitab Suci malah sering dilaporkan perilaku buruknya tidak kurang-kurang. Ini tidak bicara satu agama, namun hampir semua agama mengalaminya. Artinya, hanya sebuah retorika, omong baik tanpa makna.
Ketujuh, kontekstualisasi Karl Marx, agama adalah candu mendekati kebenarannya. Seolah semua masalah selesai dengan hal-hal yang berbau agama. Padahal sama sekali tidak. Jargon dan juga ungkapan kesalehan, menyitir kata suci tidak kurang-kurang, toh masih saja maling, potong Kompas dalam proses. Tidak perlu dikatakan kuliah lebih cepet dari yang lainnya, ups.
Kedelapan, jelas banyak pembicaraan, negara-negara yang jauh dari hiruk pikuk agama lebih tertib dan menghargai waktu, orang, dan kebersamaan. Mosok tiap hari keagamaan libur, acara apapun diawali kegiatan agama pula? Gak mabuk ta?
Salam Penuh Kasih
Susy Haryawan